JAKARTA– Banyak yang mulai meragukan kredibilitas lembaga survei di Indonesia karena hasil yang diumukan sesuai dengan permintaan yang bayar.
Salah satu yang meragukan hasil survei itu adalah peneliti sekaligus pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti. Malah Ikrar mempertanyakan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA karena dinilainya dipublikasikan lantaran LSI adalah konsultan politik salah satu calon.
Lembaga survei ini juga disebutnya sedang mencari pasar. “Survei LSI Denny JA dilakukan sebagai konsultan politik salah satu calon,” kata Ikrar di Jakarta, Jumat (7/10).
Ikrar juga meragukan simulasi dalam survei itu yang disebutnya hanya penjumlahan dari perolehan suara pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno serta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. “Sulit menguji apa benar pendukung Agus sepenuhnya akan bermigrasi ke Anies, atau sebaliknya, di putaran kedua,” sambung Ikrar.
Asumsi migrasi dukungan didasarkan pada sentimen keengganan pemilih Islam memilih Ahok, yang menurut LSI mencapai 40 persen. Asumsi itu sulit diterima, kata Ikrar, karena berdasarkan sebaran dukungan, pendukung Ahok dari pemilih Muslim ironisnya justru lebih besar (27,7 persen), Anies (22,8 persen) dan Agus (20,6 persen).
Survei itu menyebutkan angka elektabilitas Ahok pada survei Oktober turun ke posisi 31,4 persen. Angka ini sama dengan simulasi tiga pasangan di mana pasangan Ahok-Djarot juga memperoleh suara 31,4 persen.
Ikrar menilai angka-angka LSI itu ganjil karena berarti Djarot tidak memberikan andil suara dalam survei itu.Pengamat ini menyayangkan isu SARA menyertai hasil survei itu, padahal selama ini Denny JA dikenal sebagai tokoh yang sangat menentang isu SARA. “Jadi ini survei independen atau dibayar untuk pengaruhi opini? Sebab kalau ini terus menerus dibiarkan akan menjadi pembenaran,” kata Ikrar.
Sebelumnya, peneliti utama LIPI Siti Zuhro menegaskan perlu pengaturan untuk memisahkan antara lembaga survei dengan konsultan politik maupun tim sukses, agar tidak terjadi membohongi publik. “Saya setuju kalau dipisahkan antara lembaga survei, konsultan politik dan tim sukses,” kata Siti Zuhro.
Siti menjelaskan lembaga survei mulai tidak karuan kiprahnya sejak 2008, padahal menurut dia lembaga survei seharusnya terbuka, transparan dan berintegritas. (art)