JAKARTA -Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria meminta ke depan lembaga survei harus diatur dan mulai diakreditasi agar hasil surveinya dalam setiap Pemilu, Pilpres, Pilkada dan sebagainya bisa dipertanggungjawabkan. Namun, akreditasi itu dilakukan secara bertahap, agar tidak setiap Pemilu tiba-tiba ada lembaga survei baru yang bermunculan.
“Keberadaan survei ini penting di era modern. Seperti halnya di Amerika Serikat yang mengacu kepada hasil survei dalam Pilpres, dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu lembaga ini perlu diatur secara bertahap, misalnya dengan diakreditasi dan sebagainya,” tegas politisi Gerindra itu dalam dialektika demokrasi ‘Menguji Integritas Lembaga Survei Menjelang Pilkada’ bersama anggota Komisi II DPR RI FPDIP Rahmat Hamka, peneliti utama LIPI Siti Zuhro, dan Philips J. Vermonte dari CSIS di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Hanya saja kata Riza, lembaga survei yang berkembang di Indonesia belakangan ini, cenderung menjadi tim sukses dan konsultan. “Itu boleh saja disorder, yang penting hasilnya tetap bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu pengaturan karena lembaga ini lembaga ilmiah, intelektual, dan professional, sehingga tidak boleh berpihak, tetap harus obyektif dan menjaga integritas,” ujarnya.
Menurut Riza, mengingat lembaga itu penting untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat dan mengawal demokrasi yang sehat, maka lembaga ini harus jauh dari kepentingan materi dan kembali untuk nasionalisme. “Prinsipnya lembaga survei boleh diorder, asal hasilnya tidak manipulatife, meski untuk obyek survei bisa diatur di wilayah mana yang banyak mendukung si A, B, C dan sebagainya,” tambahnya.
Philips mengatakan jika survei itu membantu masyarakat khususnya calon pimpinan, kalau dalam surveinya rendah, maka sebaiknya tidak maju, karena peluangnya tipis. Tapi, meski hasil surveinya rendah belum tentu kalah, karena masih bisa didongkrak dengan merubah metodologi surveinya. Seperti kasus Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2004, dari 6 % sampai sukses menjadi presiden terpilih.
Namun kata Philips lembaga ini tidak perlu diatur, karena yang akan menilai adalag masyarakat. Cukup meningkatkan transparansi dan terus mendorong kajian ilmiah. “Memang saat ini banyak lembaga survei muncul dan tidak kredibel, tapi media tetap memuat hasil surveinya. Untuk CSIS kita serahkan data mentah silakan diolah sendiri,” ujarnya. (chan/mun)