HeadLine

Syaifullah Tamliha Optimis RUU ITE Bakal Disahkan Paripurna DPR RI

JAKARTA– Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha optimis RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bakal disetujui Paripurna DPR RI. RUU tersebut bakal dibawa ke Sidang Paripurna DPR RI, 28 Oktober 2016.

Soalnya, sampai pembahasan terakhir, sudah tak ada perbedaan mendasar antara DPR RI dan pemerintah. RUU ITE terdiri dari 75 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

“Tidak ada perubahan mendasar antara DPR RI dengan pemerintah dalam pembahasan RUU ITE sehingga sudah bisa dibawa ke Sidang Paripurna DPR RI akhir bulan ini untuk disahkan,” kata wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Selatan itu dalam forum legislasi ‘Mendesak RUU ITE Disahkan’ bersama Ketua Panja RUU ITE Pemerintah (Kominfo RI), Henri Subiakto dan pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin, Selasa (4/10).

Dalam merumuskan RUU itu, yang terpenting jangan sampai UU ITE terus dilakukan revisi dalam mengikuti perkembangan Media Sosial (Medsos). Karena itu, kata Syaifullah, RUU ITE ini juga harus mengakomodir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dikabulkannya gugatan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, terkait rekaman saham Freeport yang diadukan bekas Menteri ESDM Sudirman Said beberapa bulan lalu.

Menurut dia, hanya 4 pasal yang berubah, dan 2 pasal tambahan. Sedangkan pasal 27 (3) sudah diatur dalam pasal 310 dan 311 KUHP berdasarkan delik aduan. Sedangkan pasal 31 terkait intersepsi, penyadapan serta menghapus ayat (4) sesuai dengan putusan MK No.5/PUU-VIII/2016 dimana penyadapan merupakan pelanggaran HAM sebagaimana ditegaskan dalam pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945, maka jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara harus dalam bentuk UU, dan bukan dalam bentuk peraturan pemeirntah (PP).

Pasal 45 diubah terkait ketentuan pidana terhadap pelanggaran dalam pasal 27 ayat (3) mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Sanksi pidana terhadap pelanggaran pasal 27 itu yang semula dipidana 6 tahun atau denda Rp 1 miliar, diubah menjadi 4 tahun dan atau denda Rp 750 juta. Untuk tambahan 2 pasal, yaitu pasal 45 A dan 45B, namun hanya terkait penulisan dalam UU.

Henri Subiakto dari pihak pemerintah berharap, pembahasan RUU ITE dapat dilakukan sesuai jadwal. Kala terlambat dan sampai akhir Desember 2016 belum disahkan, UU ITE lama yang berlaku. Terkait pencemaran nama baik dalam pasal 27 UU ITE, polisi tak boleh lagi melakukan penahanan sebelum ada keputusan pengadilan.

Dikatakan, situs yang bisa diakses publik bisa terkena UU ITE baik yang dibuat di dalam maupun di luar negeri (extra territorial) termasuk situs yang disebut abal-abal.

“Dulu Kominfo menutup 22 situs yang dinilai bertentangan dengan NKRI dan Pancasila. Hanya satu dua pemilik situs yang protes, selebihnya berarti abal-abal. Bahkan ada yang dibuat di Suriah, dan negara Timur Tengah lainnya.”

RUU ITE ini lebih demokratis karena pemerintah melindungi kepentingan umum dengan mem-block medsos atau situs yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. “Jadi, pemerintah berwenang melakukan pencegahan dan penegakan hukum,” demikian Henri Subiakto. (art)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top