JAKARTA -Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP (Kitab undang hokum pidana) menerima masukan dari para pakar hukum dan politik. Salah satunya masukan terkait penghapusan hukuman mati yang diungkapkan Pakar hukum Todung Mulya Lubis di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Rabu (5/10).
“Saya kembali pada keputusan PBB untuk menghapuskan hukuman mati. Dan kalaupun hukuman mati itu tetap berlaku, itu hanya bisa dijatuhkan untuk the most serious crime atau kejahatan yang paling serius dan langsung menyebabkan kematian. Misalnya pembunuhan berencana yang sangat sadis. Di luar itu tidak ada bisa di sebut the most serious crime,”ungkap Todung.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III, Saiful Bahri Ruray mengatakan bahwa hukuman mati sejauh ini memang masih menjadi pro dan kontra tidak hanya di masyarakat, namun di mata para pakar atau ahli hukum. Ada yang menganggap bahwa hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia. Karena sejatinya hukuman modern lebih dikonsepkan sebagai reedukasi dan resosialisasi, bukan sarana balas dendam.
“Hukuman modern lebih dikonsepkan sebagai reedukasi dan resosialisasi, bukan sarana balas dendam. Namun saya melihat hukuman mati masih diperlukan untuk menimbulkan efek jera. Meskipun yang diijelaskan oleh Pak Todung Mulya lubis tentang the most serious crime itu belum jelas karakteristiknya. Karena menurut saya, kejahatan narkoba juga termasuk the most serious crime. Bagaimana tidak, setiap harinya ada 34 anak muda di Indonesia yang meninggal karena narkoba. Ini menjadi sebuah kejahatan yang serius. Oleh karena itu tetap harus dijatuhi hukuman mati,”papar Saiful. (chan)