Polhukam

Abdul Kadir Karding: Pemimpin di Negara Ini Sudah Tak Menunjukkan Keteladanan

kardingJAKARTA – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) MPR RI, Abdul Kadir Karding menyatakan bahwa salah satu kekurangan di negara ini adalah kurangnya contoh atau keteladanan. Para pemimpin justru mempertontonkan hidup saling serang, gontok-gontokan, perilaku hedonis ditambah spiral dari media sosial.

Oleh karena itu menurut Abdul Kadir, harus ada cara baru mentrasformasikan penyebaran nilai-nilai Pancasila. “MPR sudah berusaha keras, tetapi usaha ini harus dibarengi usaha lain dengan kelompok-kelompok lain supaya ada kesadaran kolektif,” kata dia dalam sesi diskusi bertema “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Refleksi Hari Kesaktian Pancasila” yang diadakan Sekretariat Jenderal MPR di Media Center Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/10).

Abdul Kadir melihat kalau tindakan, perilaku sosial maupun perilaku budaya praktek yang hidup di masyarakat jauh dari nilai-nilai Pancasila yang nilai utamanya adalah ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan. Sedang gotong royong adalah inti sari dari Pancasila. “Budaya baru yang masuk terpengaruh teknologi dan informasi mentransformasikan perilaku kita sesuai dengan keinginan sumber nilai informasi,” kata Sekjen DPP PKB ini seraya menambahkan bahwa kesalahan yang harus diluruskan sekaligus pekerjaa rumah bangsa kita.

Menurut Abdul Kadir, kita tidak cukup canggih setelah reformasi untuk mempersiapkan diri membumikan Pancasila secara baik. Reformasi justru pada sistim politik dan ekonomi yang berjalan secara cepat, tetapi mental kita tertinggal dalam reformasi. “Sehingga nilai-nilai Ketuhanan dan praktek kemanusiaan begitu kering, penghargaan pada kemanusiaan demikian rendah, termasuk kita menghadapi ancaman persatuan yang luar biasa,” ujarnya.

Dia juga melihat, agama seringkali dijadikan kedok oleh segelintir orang, kedok untuk menipu orang lain. Apa yang harus kita lakukan ? Abdul Kadir menyatakan, Pancasila harus masuk kurikulum pendidikan secara lebih proporsional dan kontekstual, bukan karena desakan. Selain itu, penguatan pada sumber daya harus dilakukan. “Lembaga-lembaga negara kita juga begitu rapuh, maka lembaga ini harus dikuatkan,” katanya.

Yudi Latief mengatakan, Pancasila hanya dijadikan sebagai pandangan hidup; dibaca dan dihafal saja, tapi tidak dijadikan sebagai pendirian hidup, yaitu perilaku nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal itu karena Pancasila itu sakti, yaitu tahan banting oleh waktu dan nilai-nilai ideal dasar manusia, jasmani – rohani, universal – partikuler.

“Yaitu, filsafat keseimbangan antara spiritualitas dan materialitas. Untuk itu, kalau pembangunan ini terlalu menekankan kepada spiritualitas maupun materialitas maka akan gagal. Individualidualitas dalam kapitalisme juga gagal, dan melupakan kebersamaan malah melahirkan kekejaman, keserakahan, dan anti kemanusiaan, sosialisme dan komunisme juga ambruk. Jadi, mengelola negara itu harus seimbang antara jasmani dan rohani,” tambahnya.

Karena itu kata Yudi, Pancasila itu harus dilembagakan dalam social, politik, ekonomi, pendidikan, budaya, sehingga berkepribadian dalam budaya, berdaulat dalam politik, dan mandiri dalam ekonomi. Nah, revolusi mental itu bagaimana nilai-nilai Pancasila itu menjadi pola piker (mainset) dalam kehidupan sehar-hari. “Harus menjadi life style (gaya hidup, perilaku). Sekarang ini Pancasila hanya diajarkan, tapi tidak menjadi perilaku,” ungkapnya.

Khusus untuk P4 menurut Yudi Latief, hanya metodologinya yang harus diperbarui, yaitu tidak terlalu deduktif, monoton, dan doktrinasi. Melainkan lebih induktif, pendekatan kehidupan nyata sehari-hari di masyarakat dan mendorong anak-anak untuk memahami dan melakukan kehidupan nyata tersebut.

“Tapi, untuk P4 ini harus terlebih dulu dilakukan untuk penyelenggara negara, karena masih banyak pejabat negara termasuk anggota DPR RI sebagai politisi jumping, yaitu tanpa modal politik wawasan kebangsaan. Sehingga perilakunya dalam menjalankan tugas dan fungsinya belum mencerminkan Pancasila,” pungkasnya. (chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top