JAKARTA– Sebagai negara besar yang begitu luas wilayahnya, ke depan Indonesia harus memiliki satelit pertahanan sendiri. Selama ini Indonesia menggunakan satelit asing untuk kepentingan keamanan negara yang besar dan begitu luas wilayahnya ini.
Kerena itu, Komisi I DPR RI dan pemerintah setelah beberapa kali Rapat Kerja (Raker) akhirnya sepakat untuk membeli satelit pertahanan untuk pertahanan negara yang pengadaannya paling lambat 2018.
“Satelit pertahan sangat penting dan dibutuhkan negara seperti Indonesia,” ungkap anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Asril Tanjung dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria.com, Jumat (29/9).
Intinya, lanjut wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta Timur ini, selama ini kita memakai satelit asing untuk kepentingan keamanan negara. “Itu seharusnya kita bisa punya sendiri yang bisa kita atur operasionalnya secara bebas karena ini menyangkut ketahanan dan pertahanan negara,” jelas laki-laki kelahiran Sawah Lunto, 66 tahun silam tersebut.
Dikatakan, dalam beberapa kali Raker, akhirnya semua pihak setuju untuk membeli satelit pertahanan negara baik itu Menteri Keuangan sebagai penyedia dana maupun Menteri Komunikasi dan Informatika selaku pengatur hak patennya.
Menurut dia, apabila masih menyewa satelit pertahanan dari negara lain dan negara lain itu yang mengoperasikan, ini tentu berbahaya untuk keamanan nasional Indonesia. “Perlu dipercepat pengadaannya agar Indonesia tidak kehilangan orbit satelit.”
Selama ini Indonesia meminjam negara lain seperti Australia dan Amerika Serikat dengan sistem sewa dan selain itu, kerap kali Indonesia memanfaatkan satelit komunkasi Garuda-1 milik Asia Cellular Satellite buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat.
Namun satelit Garuda-1 kini telah digeser dengan alasan ada sistemnya yang tidak beres sehingga harus segera diisi yang baru. “Sebab itu, sangat perlu dipercepat pengadaan satelit pertahanan negara ini supaya kita tidak kehilangan hak atas orbit 123 bujur timur. Karena itu dikebut pertemuan rapat dengar pendapat termasuk dengan sekjen Kemenkeu.”
Lebih jauh dijelaskan, pengadaan satelit ini dari aspek strategis juga tidak bisa ditawar karena sesuai aturan Internasional Telekomunikasi Dunia atau ITU sejak satelit Indonesia, Garuda-1, dinyatakan de-orbit Januari 2015, Indonesia harus mengisi slot orbit 123 Bujur Timur dengan satelit L-band paling lambat Januari 2018.
Menurut purnawirawan TNI AD ini, apabila tidak dilakukan, Indonesia akan kehilangan hak atas alokasi spektrum L-band. “Nantinya Indonesia bisa amankan negara atas kemauan sendiri dan pihak Kementerian Pertahanan yang akan mengoperasikannya. Pengadaan ini perlu mengingat negara-negara lain juga sudah memiliki satelit pertahanan sendiri. Memang sudah seharusnya seperti itu karena bersifat rahasia,” kata dia
MenurutAsril, persoalannya saat ini ada di pendanaan, untuk itu dia berharap adanya kearifan dari Kementerian Keuangan untuk segera merealisasikan ajuan anggarannya.
Selain itu, anggaran sempat tidak disetujui untuk pengajuan pengadaan satelit pertahanan karena masalah harga. Kementerian Pertahanan saat ini mengajukan anggaran 699 Juta dollar AS dari semula diajukan 849 juta dolar AS. (art)