JAKARTA – Program tax amnesty atau pengampunan pajak yang digulirkan pemerintah Indonesia membukukan deklarasi harta paling besar di dunia, jauh di atas pencapaian negara-negara lain yang menerapkan program serupa. Bahkan pihak Ditjen Pajak mulai hari ini telah menetapkan status luar biasa seiring membludaknya kedatangan masyarakat yang ingin ikut tax amnesty ke kantor pajak.
Demikian rangkuman pendapat yang disampaikan sejumlah narasumber dalam Seminar Nasional bertema “Mampukah Program Tax Amnesty Mendongkrak Penerimaan Negara?” yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) bersama Bank Mandiri dan Perum Jamkrindo, di Luwansa Hotel jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (29/9).
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memaparkan bahwa kelompok masyarakat yang tengah mengantre tersebut, mulai dari individu, perusahaan, UMKM, bahkan para konsultan pajak. Bahkan, hari ini kantor pajak pusat saja ada 2.000 orang yang daftar untuk tax amnesty.
“Saya pikir ini luar biasa karena sudah mau habis periode pertamanya, banyak kelompok masyarakat yang tengah mengantre mulai dari individu, perusahaan, UMKM, bahkan para konsultan pajak. Sebenarnya banyaknya yang mendaftar itu karena ada juga konsultan yang mendaftarkan tax amnesty lebih dari satu berkas,” ucapnya.
Kesempatan sama, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menuturkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan, total deklarasi dana amnesti pajak mencapai sekitar Rp 2.800 triliun hingga Rabu (28/9) malam pukul 23.00 WIB, terdiri atas deklarasi luar negeri Rp 790,77 triliun dan deklarasi dalam negeri Rp 2.020 triliun.
“Angka itu jauh di atas Italia, Spanyol, Australia, dan negara-negara lain yang menerapkan amnesti pajak,” katanya.
Dimana menurut dia program amnesti pajak Italia pada 2009 hanya mampu mengungkap harta deklarasi Rp 1.179 triliun, begitupun Chili pada 2015 hanya Rp 263 triliun.
“Sedangkan Spanyol pada 2012 hanya Rp 202 triliun, Afrika Selatan pada 2003 sebesar Rp 115 triliun, disusul Australia pada 2014 senilai Rp 66 triliun, dan Irlandia pada 1993 sebesar Rp 26 triliun,” tuturnya.
Menurut Yustinus dengan pencapaian sekitar Rp 2.800 triliun itu, deklarasi dana amnesti pajak sudah 70% dari target Rp 4.000 triliun sampai berakhirnya program amnesti pajak pada Maret 2017. Adapun dana repatriasi mencapai Rp 142,29 triliun atau 14,22% dari target Rp 1.000 triliun.
Data DJP juga menyebutkan, dana tebusan surat setoran pajak (SSP) sudah mencapai Rp 84,6 triliun hingga Rabu (28/9) malam pukul 23.00 WIB. Angka itu setara 51,3% dari target tahun ini sebesar Rp 165 triliun dan hampir dua kali lipat dari estimasi Ditjen Pajak senilai Rp 45 triliun.
Sedangkan dana tebusan berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) mencapai Rp 64,7 triliun atau 39,2% dari target. Dana tebusan berdasarkan SSP senilai Rp 84,6 triliun meliputi pembayaran tebusan Rp 81,2 triliun, pembayaran bukti permulaan (bukper) Rp 334 miliar, dan pembayaran tunggakan Rp 3,06 triliun.
“Dana tebusan berdasarkan SPH sebesar Rp 64,7 triliun terdiri atas badan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Rp 85,62 miliar, badan non-UMKM Rp 6,13 triliun, orang pribadi (OP) non-UMKM Rp 56,41 triliun, dan OP UMKM Rp 2,04 triliun,” tambanya.
Yustinus Prastowo mengakui, meski target deklarasi harta kemungkinan besar tercapai, pemerintah tidak boleh lupa terhadap realisasi repatriasi modal yang masih minim. “Jadi, harus fokus ke sana,” tandas dia. (chan)