JAKARTA– Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pemilu Legislatif yang disampaikan Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke DPR RI dinilai hanya 17 pasal krusial yang perlu disinkronisasi dari sekitar 500 pasal dalam RUU tersebut.
Hal tersebut dikatakan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Polemik RUU Pemilu Serentak 2019’ bersama mantan Komisioner KPU Dr Chusnul Mar’iyah dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Press Room parlemen Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (27/9).
Menurut wakil rakyat Pengganti Antar Waktu (PAW) Ivan Haz tersebut, 17 pasal krusial itu di antaranya mengenai, parpol pengusung pasangan capres-cawapres, sistem pemilu, sengketa pemilu, Parliamantery Threshold (PT), penyelenggara Pemilu dan keterwakilan perempuan. “Khusus untuk parpol pengusung capres-cawapres merujuk pada hasil pemilu 2014,” kata dia.
Persyaratan pasangan capres-cawapres, menurut dia, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 dan 2 UUD NRI 1945 di antaranya harus warga negara Indonesia (WNI) asli. Dengan persyaratan itu,, tak mungkin warga negara naturalisasi, apalagi warga negara asing dapat menjadi capres-cawapres di Indonesia.
Apakah pasangan capres-cawapresi harus melalui partai politik? Dikatakan Baidowi, parpol adalah organisasi terbuka dan salah satu fungsinya melakukan kaderisasi terhadap figur-figur potensial yang sejalan dengan perkembangan zaman saat ini.
“Figur potensial itu adalah figur yang memiliki kapasitas, berjiwa pemimpin, memiliki rekam jejak baik, dan diterima masyarakat luas. Rekrutmen figur potensial ini tidak bertentangan dengan fungsi dan tujuan parpol,” demikian Achmad Baidowi. (art)