JAKARTA – Revisi UU tentang Perbankan harus mengikuti perkembangan kebutuhan zaman. Kemajuan teknologi, modus pidana perbankan, dan perkembangan perbankan internasional, jadi salah satu argumen revisi tersebut.
“Semua perubahan zaman di bidang ekonomi dan hukum harus direspon oleh UU Perbankan. Maka, wacana revisi menjadi keniscayaan yang tak bisa terelakkan lagi,” kata anggota Komisi XI DPR RI Sarmuji saat menjadi pembicara dalam Forum Legislasi bertema “Revisi UU Perbankan”, di Media Center DPR, Rabu (14/9).
Namun, untuk merevisinya, kata Sanusi, tak mudah. Butuh waktu panjang dan latar argumen yang sangat logis. Apalagi, bagi sebagian anggota DPR, revisi UU ini belum dianggap prioritas. “Transparansi perbankan harus masuk dalam agenda revisi UU Perbankan. Selain itu, kepemilikan bank juga mesti diperjelas,” papar Anggota F-PG itu.
Pembicara lainnya, Yenti Garnasih pakar hukum pidana pencucian uang, mengatakan, revisi atas UU Perbankan sudah mendesak dilakukan. Apalagi, saat ini sudah ada UU Pengampunan Pajak yang pasti sangat berkolerasi dengan dunia perbankan. Jangan sampai perbankan jadi tempat parker untuk mencuci uang.
Menurut Yenti, keterbukaan perbankan harus mulai dilonggarkan untuk kebutuhan penyidikan. Perbankan di Swiss saja, ungkap Yenti, sudah mulai melonggarkan diri terhadap penyidikan dan kebutuhan penelusuran dana ilegal dari negara-negara lain. (chan)