SOLSEL – Leluasanya penambang emas illegal masuk ke Solok Selatan, Sumatera Barat, terutama penambang asal Cina, membuat berbagai kalangan bertanya, soal protap pengawasan yang dilakukan Pemkab Solsel. Termasuk, izin pengerukan emas. Pemkab Solsel dianggap lemah dan mesti melakukan evaluasi secara total.
Menurut sejumlah warga, Pemkab Solsel mestinya melakukan pengawasan secara menyeluruh dan mengevaluasi izin pertambangan yang dikeluarkan. “Kalau tidak, kejadiannya akan berulang seperti yang kemarin. Dimana, warga asing mudah saja mengeruk emas di Solsel. Sudah beberapa kali tertangkap, tetap tak jera,” papar Ardianto (36), warga Muarolabuah.
Evaluasi izin tambang oleh Pemkab Solsel juga diharapkan Kapolres Solsel AKBP Ahmad Basahil. Menurut Basahil, Pemkab harus selektif melakukan pemberian izin, supaya tidak disalahgunakan.
Menurut Basahil, pihak kepolisian tidak memiliki kewenangan terkait administrasi perusahaan tambang. “Itu kerjanya Pemkab. Kami (polisi-red) tidak memiliki kewenangan. Harusnya dilakukan evaluasi,” ungkap Kapolres.
Tertangkapnya empat orang Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina yang bekerja di perusahaan Bina Bhakti Pratiwi harusnya menjadi pelajaran, dan bahan evaluasi bagi pemerintah setempat. Keempat orang ini bekerja di PT Bina Bhakti Pratiwi yang hanya memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk eksplorasi, tetapi malah mereka sudah berproduksi.
Empat WNA asal Cina, ditangkap jajaran Satuan Intelkam Polres Solok Selatan, Selasa (6/9) sore. Keempatnya diringkus karena berani menambang emas secara illegal di Jorong Alai, Talantam Sangir Batang Hari, Selasa, (6/9) sekitar pukul 17.00 WIB. Petugas menyita 42 gram emas hasil penambangan liar dan dua kapal keruk.
Keempat WN China tersebut yakni, Wang De Liang (48), memegang visa kunjungan, saat kedatangan terakhir masuk Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada 10 Agustus 2016, berperan sebagai bos yang memebri gaji ke pada tiga lainnya.
Selanjutnya, Tang Zejun (43) memegang visa kunjungan masuk melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) pada 23 Agustus 2016 bertugas sebagai penjaga mess dan emas yang dikumpulkan.
Dua lainnya, Pan Wenbin (34) dan Pan Xiangwu (31) memegang visa kunjungan masuk melalui BIM pada 23 Agustus 2016 bertugas menjaga kapal kayu yang digunakan membersihkan emas dari batu-batuan. “Pekerja diberi gaji sebesar RP5 juta oleh Wang De Liang,” kata Jeffry.
Kegiatan keempatnya telah melanggar izin tinggal keimigrasian yang diatur dalam Pasal 122 huruf a Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Selain itu, kata Jeffry, Keimigrasian Padang masih memburu satu WNI berinisial YS yang diduga membantu dan memberi kesempatan kepada empat WN China tersebut untuk melakukan tindakan melanggar hukum.
Sementara, keempatnya masih ditahan untuk pemeriksaan lebih lanjut, terutama mencari pihak-pihak yang mempekerjakan mereka. (chan/hal)