HeadLine

Hadiah Kerbau, Penonton Wayang ‘Broto Sono’ di Bengkulu Membludak

[JAKARTA] Pagelaran seni budaya wayang dalam rangka sosialisasi Empat Pilar di Kota Bengkulu, Selasa (6/9) malam terasa istimewa karena antusiasme penontonnya begitu luar biasa.

Ini mungkin rekor penonton yang paling banyak dibanding pagelaran sebelumnya. Wayang kulit yang diselenggarakan MPR kerjasama dengan
Pemda Kota Bengkulu ini dibuka Ketua MPR Zulkifli Hasan.

Pembukaan ditandai dengan penyerahan tokoh wayang Broto Seno kepada Prof Muhadjir sebagai dalang pembuka dan Ki Wiwin Nusantara, asal Jawa Tengah selaku dalang utama. Pagelaran ini mengambil lakon:
‘Broto Seno Babat Alas.’

Luar biasa pertunjukan ini dilihat dari jumlah penontonnya membludak. Ribuan penonton memenuhi halaman kantor Walikota Bengkulu. Mereka itu para penggemar wayang kulit dari Kota Bengkulu dan sekitarnya.
Selain itu, wayang kulit punya daya tarik lain. “Panitia penyelenggara menyediakan hadiah untuk penonton yang beruntung berupa: 3 ekor kerbau, satu sepeda motor, 2 buah televisi 32 inc, 50 lembar vocher belanja masing-masing Rp 100.000,” kata siaran pers MPR yang diterima Parlementaria.com, Kamis (8/9).

Ketua MPR dalam sambutannya kembali mengingatkan bahwa Pancasila berada dalam ancaman kepunahan, terancam lumpuh. “Pancasila antara ada dan tiada.”

Banyak contoh yang membuktikan sila-sila Pancasila tidak lagi menjadi perilaku sehari-hari. Sejumlah contoh dikemukan untuk menguatkan pendapat itu. Misalnya, musyawarah mufakat bukan menguat tapi malah melemah, orang lebih memilih menang-menangan.

Soal untuk kepentingkan pribadi dan golongan lebih menguat ketimbang untuk kepentingan bangsa dan negara. Dan, sejumlah contoh lain yang tidak lagi mencerminkan perilaku Pancasila.

Kalau seseorang berperilaku Pancasila, kata Zulkifli, setiap perbuatannya selalu disinari cahaya Ilahi. Dia akan memanusiakan manusia. Kalau ada perbedaan tidak boleh main hakim sendiri, tetapi diselesaikan secara musyawarah.

“Juga kalau dia seorang gubernur atau kepala daerah tidak boleh main
gusur, karena tak Pancasilais. Jadi, begitulah sikap dan perilaku bangsa Indonesia seharusnya,” kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu.

Purwadi mewakili Setjen MPR dalam laporannya menyatakan, pagelaran ini sebagai wujud apresiasi MPR terhadap seni budaya Indonesia dan dalam upaya internalisasi nilai-nilai Empat Pilar dalam kehidupan sehari-hari..

Salah satu bentuk apresiasi atau langkah kongkret yang diupayakan oleh
MPR, kata Purwadi, ikut melestarikan seni budaya Indonesia. Budaya itu tidak hanya wayang, tapi seni budaya daerah lain. Seperti di Aceh dengan Didong, Palembang dengan Dul Muluk, Lampung dengan seni Warakas, NTB wayang Sasak dan lainnya. (art)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top