JAKARTA– Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang Undang Larangan Minuman Beralkohol (Panja RUU Minol) Arwani Thomafi mengatakan, pihaknya menggodok RUU itu sehingga dapat menjadi undang-undang.
Dalam perkembangannya, kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, pembahasan RUU Minol di Panja berkembang menjadi 4 kluster yakni larangan total, larangan dengan pengecualian, larangan tapi dalam kondisi tertentu diperbolehkan dan tidak perlu ada larangan.
Cukup dengan pengendalian atau pengaturan. Arus pelarangan karena pengaturan Minol dalam RUU ini penting sebagai payung hukum karena Perda dan Pergub yang masing-masing daerah berbeda menyikapinya.
“Kesimpulannya ada pengaruh negatif pada masyarakat. Baik kesehatan maupun kriminalitas,” tegas Arwani pada forum legislasi ‘Tarik-Ulur RUU Larangan Minuman Beralkohol’ di DPR RI bersama Ketua APINDO Bidang Kebijakan PubliK Dr. Danang Girindrawardana dan Ketua YLKI Tulus Abadi, Selasa (6/9).
Karena itu, kata Arwani, perlu dicari titik temu dari pengaruh negatif ini. Pelarangan dalam kondisi tententu tidak menjamin adanya kepastian hukum. Karena itu RUU ini berusaha untuk meminimalisir dan tidak mengganggu kepentingan investasi.
“Ada pasal-pasal pengecualian dan diperbolehkan untuk kepentingan ritual agama tertentu. Jadi, ada ruang kemajemukan yang kita hormati, dan tempat-tempat yang diizinkan pihak yang berwenang Menteri, Pemda pihak lainnya seperti hotel dan restoran. Jadi, ada ada ruang pembatasan yang tegas dan jelas agar Minol tidak menjadi trend di masyarakat.”
Selain itu, kata Arwani, pentingnya pengawasan dengan membentuk tim terpadu di di pusat dan daerah. “Soal bentuknya seperti apa? Nanti dibicarakan terkait pentingnya peran serta tokoh masyarakat dan ketentuan pidananya seperti rehabilitasi, denda atau penjara.”
Prinsipnya, baik pemerintah fraksi-fraksi di DPR sepakat, dua bulan ini untuk konsolidasi, menyampaikan pada tingkat akhir Panja agar pelaksanaan UU itu di lapangan ‘mandul’. “Jadi, pembahasan RUU ini harus melibatkan terkait. Dari 146 DIM, yang selesai dibahas 37 DIM.”
Sementara itu Danang minta DPR dan pemerintah berhati-hati membahas RUU Minol di tengah ekonomi negara yang belum membaik. Sebab, cukai Minol pada APBN 2017 ini dipatok Rp 6 triliun, dan di tahun 2019 akan dipatok Rp 9 triliun.
“Jangan sampai ada pelarangan, karena dampaknya sangat luas baik itu produksi, distrubusi, konsumsi, tenaga kerja dan sebagainya sehingga tidak ada kepastian hukum. Itu yang menjadi ancaman bagi investor. Jangan sampai investor lari,” jelas Danang.
Tulus mengatakan, dua komoditas yang dikenai cukai pemerintah yaitu rokok dan Minol. “Cukai itu untuk barang yang berdampak negatif secara eksternal dan internal, yaitu pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Jadi, cukai itu pajak dosa.”
Karena itu, dalam masalah Minol jangan memprioritaskan pendapatan ekonomi. Sebab, filosofinya pada aspek pengendalian bukan ekonomi karena dampak negatifnya lebih besar dari sekadar ekonomi. Pendapatan itu dampak sampingan, bukan pokok. “Jadi, itulah yang menjadi dasar pembahasan RUU Minol ini,” demikian Tulus Abadi. (art)
