JAKARTA – Anggota Badan Anggaran DPR RI Amir Uskara menegaskan, sejak awal pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesti ditujukan kepada wajib pajak (WP) besar.
“Kebijakan tax amnesty sejak awal tetap ditujukan untuk wajib pajak besar. Utamanya mereka yang menaruh uang dalam jumlah besar di luar,” tegas Amir saat menjadi pemateri dalam seminar bertajuk ‘Implementasi Tax Amnesty dan APBNP 2016’ di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen Senayan, Rabu (7/9).
Yang dimaksud dengan wajib pajak besar adalah konglongmerat yang ingkar dari kewajiban membayar pajak dalam negeri. Sedangkan untuk para pengusaha menengah dan kecil bukanlah tujuan utama dari tax amnesty.
Dia berharap, dengan disahkanya UU tentang Pengampunan Pajak, hendaknya menjadi pintu masuk bagi dilakukannya reformasi perpajakan, seperti perlunya mereformasi UU tentang Ketentuan Umum Perpajakan, dan UU Pajak Penghasilan.
Reformasi perpajakan juga harus menyentuh tubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Reformasi tersebut bertujuan untuk membangun kultur membayar pajak yang diikuti dengan kepatuhan wajib pajak dan me-refom DJP untuk menjadi institusi yang disegani, dihormati, dipercaya dan kuat,” papar Amir.
Dengan adanya reformasi perpajakan, maka diharapkan rasio penerimaan pajak Indonesia bisa meningkat lebih tinggi dari saat ini, yang berada di kisaran 11 persen. Jika dibandingkan dengan negara-negara dengan ukuran perekonomian yang hampir sama, tax ratio Indonesia tergolong masih rendah.
Relatif kecilnya rasio peneriamaan pajak tersebut, terjadi karena perekonomian Indonesia tumbuh signifikan, tetapi tidak diikuti dengan pertumbuhan pada peneriamaan pajak.
“Ekonominya besar, tapi penerimaan pajaknya stagnan, sehingga rasionya malah menurun. Padahal seharunya sebaliknya, tax ratio meningkat dan defisit fiskal bisa ditekan, termasuk menekan beban utang yang kian berat,” imbuhnya. (chan)