HeadLine

Revolusi Mental Jokowi Kandas Ditangannya Sendiri

Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarul  Zaman (tengah) bersama Yudhi Latif (kiri) dan Sony B Harmadi (kanan) saat menjadi pembicara diskusi pilar Negara bertema Kedaulatan NKRI, di Komplek Parlemen Senayan,  Senin (8//12/2014). Foto dardul

Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarul Zaman (tengah) bersama Yudhi Latif (kiri) dan Sony B Harmadi (kanan) saat menjadi pembicara diskusi pilar Negara bertema Kedaulatan NKRI, di Komplek Parlemen Senayan, Senin (8//12/2014). Foto dardul

JAKARTA – Pengamat politik Yudi Latif menegaskan, Indonesia belum mampu mewujudkan kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan budaya yang bermartabat, karena pemimpin negara ini tidak mempunyai keberanian, akibat mental budak selama ini.Sedangkan revolusi mental yang didengung-dengungkan Presidin Jokowi kandas ditangan Jokowi sendiri.

“Revolusi mental itu seolah kandas di tangan Jokowi sendiri, ketika dalam pembentukan kabinet. Banyak kekuatan di luar Jokowi dan orang-orang yang tidak berdarah-darah dan pemodal mampu menentukan susunan kabinet,” kata Yudi Latif dalam dialog ‘Trisakti’ bersama Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman dan pengamat ekonomi UI Sony B Heri Rahmadi di gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (8/12).

Dalam perkembangannya saat ini lanjut Yudi Latif, kalau mau membandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), SBY adalah presiden yang sulit mengambil keputusan dan sebaliknya Jokowi adalah presiden yang cepat mengambil keputusan. “Jokowi sebagai eksekutor yang baik, tapi apakah hal itu sudah melalui pengetahuan yang benar? Seperti kenaikan harga BBM, penenggelaman kapal ikan, larangan menteri hadir ke DPR dan lain-lain?” tanya Yudi Latif.

Kenaikan harga BBM misalnya dilakukan ketika harga BBM dunia mengalami penurunan signifikan, yaitu dari 105 dollar AS/barel menjadi 80-an dollar AS/barel. “Ada apa sebenarnya dibalik semua ini? Adakah ritel-ritel asing yang mengambil keuntungan dengan mencabut subsidi itu? Sebab, menaikkan harga BBM yang sedang turun, berarti kini rakyat yang mensubsidi negara. Penenggelaman kapal jangan sampai hanya hangat-hangat tahi ayam, juga kapal ikan beneran bukan perahu milik masyarakat pedalamaan atau stateless,” katanya.

Menurut Yudi Latif, jam terbang politik Jokowi belum hanya sebagai Gubernur Jakarta. “Jangan-jangan sekarang pun Jokowi tidak tahu kalau ada orang di sekitarnya sebagai pencoleng uang negara. Bahwa demokrasi itu harus diperjuangkan secara kolektif, bukan individualistik, dan instrumennya adalah parpol. Bukan kerumuman kelompok fasis, dan bukan pula berdasarkan suara yang berserakan di jalanan,” tambahnya.

Karena itu kata Yudi Latif, membangun demokrasi itu tidak bisa didekte oleh kekuatan modal apalagi asing, di mana mereka ini juga tidak bisa mengambil-alih kekuatan politik. Untuk itu pula Presiden dan pendukungnya tak boleh takut dengan interpelasi atau impeachment DPR RI, mengingat prosesnya sangat sulit. “Yaitu harus disetujui oleh 2/3 anggota MPR RI, lalu disampaikan ke Mahkamah Konstitusi, dan dikembalikan ke MPR RI minimal harus diputus berdasarkan kehadiran MPR RI 50 % plus satu,” ujarnya.

Artinya kata Yudi Latif, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) jangan terlalu ketakutan dengan manuver Koalisi Merah Putih (KMP), apalagi sampai merubah tatanan demokrasi itu sendiri. Seperti harus merevisi UU MD3 (MPR,DPR,DPD dan DPRD) hanya untuk mengakomodir 16 kursi di komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) untuk KIH, dan sebagainya. “Kalau tarik-menarik ini terus berlangsung, maka berbahaya bagi demokrasi itu sendiri dan rakyat bisa melakukan parlemen jalanan. Sebab itu, saya setuju kalau MPR RI akan menjadi lembaga tertinggi negara,” unkapnya. (chan/mun)

2 Comments

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top