JAKARTA – Ketua Fraksi PDIP MPR Ahmad Basarah mengharapkan Pimpinan MPR bisa menjadi rekonsiliator atau sebagai penengah dalam konflik DPR antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Pimpinan MPR bisa mencarikan solusi di luar aturan formal struktural dan mengambil langkah normatif kultural, agar konflik DPR tidak bekelanjutan dan bisa bekerja untuk rakyat.
“MPR dengan kewenangan melantik dan memberhentikan presiden dan wapres, dan mengamandemen konstitusi, MPR bisa menyelesaikan konflik itu. Seperti juga langkah-langkah yang dilakukan oleh almarhum Taufiq Kiemas,” kata Ahmad Basarah dalam dialog kenegaraan ‘’Peran MPR RI ke Depan’ bersama Direktur Indo Strategic Indonesia dan pengajar UIN Syahid Jakarta, Andar Nubowo dan pengamat politik dari Universitas Negeri Jember Dwi Bayu Anggoro, di Gedung MPR, Senin (3/11/2014).
Menurut Basarah, sesuai UU No.27/2009 yang direvisi menjadi UU No.17/2014 tentang UU MD3, pimpinan MPR wajib melakukan koordinasi dengan lembaga parlemen lainnya, yaitu DPR dan DPD. “Dalam transisi politik saat ini, MPR harus mampu mengayomi dan menjadi fasilitator politik. Pak Zulkifli Hasan, saya kira bisa selesaikan konflik DPR RI saat ini,” tambahnya.
Hal itu juga akan berkaitan dengan pasal 155 Tatib MPR, dimana tujuh lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memberikan laporan kinerjanya per tahun setiap tanggal 14 – 15 Agustus, dan tiap tanggal 16 Agustus Presiden selain laporan juga menyampaikan pidato nota keuangan.
Dwi Bayu Anggoro juga sependapat jika pimpinan MPR itu negarawan, bisa menyelesaikan konflik DPR melalui rapat paripurna dengan mengundang resmi kedua kelompok KIH dan KMP. “Saat ini MPR belum berbuat apa-apa terhadap konflik internal DPR. Padahal, MPR mempunyai kewenangan itu, karena DPR tidak mengutamakan musyawarah mufakat,” ujarnya.
Andar Nubowo juga menyatakan hal yang sama, jika MPR harus keluar dari peran normatif ke peran kulturalnya dengan berdiri di tengah antara KMP dan KIH. “Semua harus kembali sila ke-4 Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan. “MPR RI memang produk politik, tapi dalam konflik harus mampu mengabaikan ego sentrisnya. Baik KMP maupun KIH,” pungkasnya. (chan)
