JAKARTA, HALUAN – Pengamat Politik Arbi Sanit mengatakan, idealnya dalam sistem demokrasi multi partai memang harus ada koalisi permanen, seperti UMNO di Malaysia. Dengan koalisi permanen maka pemerintahan dan stabilitas politik bisa lebih terjaga.
“Idealnya dalam sistem presidensil multi partai memang harus ada koalisi permanen seperti di Malaysia dengan UMNO.Kalau terlalu banyak partai dan tidak dikelompokkan dalam koalisi, maka politik akan menjadi semakin ramai dan tidak terjaga,”ujar Arbi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Hanya saja kata Arbi, hal tersebut belum bisa dilaksanakan di Indonesia karena syarat untuk terjadinya koalisi permanen belum ada. Karena untuk membentuk koalisi permanen diperlukan alat pemersatu, seperti sosok figur pemimpin koalisi tersebut.
“Sayangnya sosok Prabowo dan Jokowi sebagai figur pemimpin masih tanggung dan belum bisa dikatakan sebagai sosok pemersatu. Mereka hanya sosok pemimpin yang sedang-sedang saja yang tidak memiliki kharisma yang kuat mengikat anggota-anggota koalisi,” ujar Arbi.
Dengan tidak adanya sosok pemimpin yang berkharisma dan ideologi yang tidak jelas,maka menurut Arbi koalisi yang terjadi di Indonesia saat ini yang dipimpin oleh Prabowo dan Jokowi hanya menjadi koalisi kepentingan elit saja yang bertujuan untuk kekuasaan dan tidak berhubungan dengan rakyat.
“Kalau saya melihat pembentukan koalisi yang ada tidak ada urusannya dengan negara.Koalisi hanya menampilkan kepentingan para elitnya saja.Ketika kepentingan elit tidak tercapai maka dia bisa pergi seenaknya dan ketika kepentingannya terakomodir oleh lawan, maka dia akan datangi pihak yang tadinya berlawanan,” tegasnya.
Dia mencontohkan PPP pindahkan ke Koalisi Indonesia Hebat karena tidak kebagian kursi pimpinan di Parlemen. “Dimana kharisma pemimpinnya dengan mudah saja berpindah dari satu koalisi ke koalisi lainnya. PPP pasti mengejar posisi menteri. Dia tidak kapok meski ketua umumnya kena kasus karena masalah haji, tapi tetap mengejar kesana juga,” tegasnya.
Begitu juga dengan koalisi Jokowi.Kalau Jokowi berani untuk tidak mengambil elit partai sebagai menterinya maka Jokowi pasti akan segera ditinggalkan.”Coba saja Jokowi tidak mengambil elit PDIP, pasti PDIP akan tinggalkan dia, meski mereka sudah menegaskan bahwa koalisi tanpa syarat dan meski Jokowi pendukung utamanya PDIP,” kata Arbi.
Dia menilai Jokowi tidak memahami politik elit sehingga dengan bicara koalisi tanpa syarat, elit parpol tidak boleh jadi menteri, koalisi ramping dan sebagainya. ”Jokowi ini bicara seperti orang kampung yang polos dan tidak tahu apa-apa. Kalau di Solo, orangnya masih relatif lebih jujur boleh saja seperti itu, tapi untuk pemimpin nasional, Jokowi jelas tidak paham.Disini semua penipu termasuk orang-orang yang mengklaim sebagai pendukungnya.Dengan pernyataan-pernyataan seperti ini terlihat jelas Jokowi jadi presiden kampungan,” tandasnya. (chan)
