JAKARTA – Pansus RUU Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat (PPHMA) merasa kecewa dengan sikap pemerintah yang mengabaikan pembahasan RUU PPHMHA. Karena setiap pembahasan, pemerintah hanya mewakilkan pada staf ahli yang tidak memiliki kewenangan dalam membahasan RUU.
“Kalau memang tidak sanggup membahas RUU itu seharusnya dari awal menyampaikan surat resminya untuk tidak membahas,bukannya mengutus staf ahli yang tidak paham masalah hukum adat dan juga pejabat yang berwenang. Yang berwenang itu adalah pejabat eselon I. Apalagi Kementerian Kehutanan, Kemendagri, Kementerian ESDM, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kemenkum dan HAM juga tak pernah hadir,” tegas Ketua Pansus RUU PPHMHA Himmatul Aliyah kepada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat (26/9/2014).
Hadir anggota pansus RUU PPHMHA antara lain Dading Ishak, Rahadi Zakaria, Anang Rukhyatun, dan Herman Kadir. Atas sikap pemerintah tersebut kata Himmatul, maka menyalahi mekanisme pembuatan UU, sehingga pembahasan RUU ini tak bisa dilanjutkan. Apalagi masa kerja DPR periode ini sudah segera berakhir. “Jadi, secara etika, kami merekomendasikan agar RUU ini ditindaklanjuti oleh DPR yang baru,” ujarnya.
Sikap pemerintah itu bertentangan dengan UU Nomor 12/2011 tentang pembentukan UU. Karena itu ia atas nama pimpinan Pansus RUU PPHMHA meminta maaf kepada seluruh masyarakat dan berbagai pihak pemangku jabatan, karena pansus gagal menyelesaikan RUU ini.
Menurut Rahadi Zakaria, kalau pemerintah keberatan membahas RUU ini seharusnya mengajukan surat keberatan sesuai prosedur pembuatan UU. Tapi, faktanya justru membiarkan. “Kalau mau diambil-alih, ‘carry over’ oleh DPR yang baru, tak ada mekanisme itu, sehingga tidak terikat, dan tergantung pada niat baik saja,” ujarnya.
Secara moral kata Dading Ishak, hak inisiatif DPR ini menjadi tanggung jawab DPR yang baru. “Kalau bisa menjadi prioritas, karena UU itu ditunggu masyarakat,” tambahnya.
Herman Kadir memastikan jika keberatan pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut karena tanah adat sekarang ini sudah banyak yang menjadi lahan usaha. Seperti kelapa sawit, pertambangan, dan perkebunan pengusaha besar dan lain-lain. “Itulah yang membuat pemerintah tidak merespon pembahasan RUU ini,” pungkasnya. (chan)