JAKARTA – Anggota DPD RI dari pemilihan provinsi Sumatera Utara, Darmayanti Lubis mengakui jika DPD RI sebagai lembaga perwakilan daerah selama 10 tahun terakhir belum populer, belum banyak dikenal oleh masyarakat. Mungkin hal itu karena DPD RI secara perorangan maupun institusi kurang bertingkah, atau tidak piawai dalam merespon isu-isu politik.
“Kami memang jauh kalah populer dibanding DPR RI, meski DPR RI banyak tersangkut hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk itu memang dibutukah manajemen politik, ketegasan dan keberanian,” tegas Darmayanti dalam dialog perspektif Indonesia ‘Jelang 10 tahun DPD RI’ bersama pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin dan pengamat politik LIPI Siti Zahro di Gedung DPD RI Jakarta, Jumat (26/9/2014).
Karena itu lanjut Darmayanti, kepemimpinan itu menjadi penting, di mana pemimpinlah yang menjadi anggota itu bisa bergerak dan bergairah dalam menjalankan tugas pokok dan , fungsinya sebagai senator. “Jadi, ke depan saya harap tampil pemimpin DPD yang berani dan tegas membela kepentingan rakyat di daerah. Seperti RUU Pilkada yang sudah disahkan oleh DPR RI,” ujarnya.
Menurut Siti Zuhro memang belum maksimal kinerja DPD RI selama ini. Karena itu perannya perlu ditingkatkan, kerja keras, dan lebih berkualitas. “Belum ada gerakan serius dan suara yang vokal untuk memperjuangkan daerah khususnya daerah perbatasan,” katany.
Siti Zuhro menyarankan DPD RI memaksimal fungsi yang sudah ada sekarang ini khususnya pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan kewenangan sama dengan DPR RI dalam membahas RUU. “Judicial review UU MD3 sudah bagus, hanya belum diisi dan difungsikan dengan optimal. Lalu, sekarang akan menggugat UU MD3 lagi. Jadi, harus kerja keras terhadap kewenangan yang telah diberikan UU,” pungkasnya.
Debat Publik
Pengamat politik dari LIPI Siti Zahro dan pakar hukum tata negara Irman Putrasidin mengusulkan calon pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melakukan debat publik dan ketiga pimpinan DPD tidak lagi berdasarkan keterwakilan wilayah.
“Siapapun yang mau menjadi pimpinan DPD bisa berdebat untuk menyampaikan visi misinya. Mau dibawa kemana DPD ini? Sebab, Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Sumatera dan jong lainnya akan menangis kalau DPD tetap seperti sekarang ini,” kata Irman.
Meski DPD yang sekarang ini ada kemajuan kata Irman, tapi belum menunjukkan gairah politiknya, sehingga masih belum dikenal masyarakat. “Itu juga akibat tidak adanya manejemen politik yang bisa memainkan isu-isu legislasi, kontrol, dan anggaran. Jadi, ke depan dibutuhkan pemimpin yang memahami isu-isu perundang-undangan. Tak cukup orang baik sajah,” katanya.
Siti Zuhro mendukung debat publik tersebut. Hanya saja menurutnya harus dilakukan dengan kompetisi yang sehat dan menampilkan calon perempuan. “Siapapun yang kompeten, memiliki kapasitas, berintegritas, punya leadership, kenapa tidak? Jadi, bukan saja karena berdasarkan keturunan dan sebagainya,” ujarnya.
Mengapa Siti mengusulkan perlu tampil calon perempuan, alasannya karena perempuan itu biasanya sangat detil, teliti, dan memahami urusan organisasi dengan segala kebutuhan dan tantangannya. Sehingga, dari latar belakang politisi juga tidak masalah. “Justru, politisi itu untuk memperkuat bergaining politik dengan DPR RI dan pemerintah,” ungkapnya.
Menurut Siti, DPD harus melakukan terobosan politik yang jelas khususnya terkait dengan daerah maupun daerah perbatasan yang kondisinya darurat sekarang ini. Karena itu, DPD membutuhkan pemimpin yang memahami persis mau dibwa kemana DPD ke depan. “Setidaknya menjadi penyeimbang (check and balances) atau sama tinggi dengan DPR dan pemerintah. Kalau tetap merasa minder, tersubordinasi seperti sekarang ini, maka tak akan ada kemajuan,” tutur Siti.
Dengan demikian dia mengusulkan keterpilihan pimpinan DPD tersebut tak lagi berdasarkan wilayah Barat, Tengah, dan Timur, melainkan dengan format baru. Yaitu, mereka yang mempunyai kapasitas, kapabilitas, leadership, piawai secara nasional maupun internasional, bisa dibanggakan, berani, dan bertanggung jawab. “Jangan lagi berdasarkan wilayah,” pungkasnya. (chan/mun)