JAKARTA – Berbagai organisasi profesi tenaga kerja kesehatan, seperti Persatuan Dokter Umum Indonesia,Konsil Kedokteran Indonesia, persatuan tukang gigi Indonesia maupun organisasi keperawatan dan organisasi penyandang disabilitas meminta DPR untuk menunda pengesahan RUU Tenaga Kesehatan menjadi UU karena dianggap melanggar konstitusi dan tidak aspiratif untuk para tenaga kerja kesehatan.
“Kami menyesalkan UU ini karena dalam pembahasannya masyarakat profesi kesehatan sama sekali tidak dilibatkan. Dengan demikian UU ini bisa dikatakan sama sekali bukan gambaran dan aspirasi masyarakat kesehatan. Lantas aspirasi siapa ini semua. Jangan-jangan ini merupakan undang-undang titipan. Makanya kami minta UU ini ditunda pengesahannya karena UU ini tidak mewakili siapapun,” ujar Ketua Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Abraham dalam keterangannya di Gedung DPR Jakarta, Rabu (24/9).
Kedepannya masyarakat kesehatan Indonesia akan menyiapkan UU sendiri untuk diajukan sehingga kebutuhan UU terhadap masyarakat kesehatan Indonesia bisa disahkan untuk menghadapai pasar bebas asean ditambah 6 negara lainnya seperti Korea Selatan, India, Jepang, Australia, Selandia Baru dan Cina. “Kami sadar bahwa UU ini dibutuhkan, tapi tetap saja tidak serta merta UU yang ada sekarang tidak boleh disahkan.Kami akan mengusulkan UU baru yang lebih komprehensif,” ujarnya lagi.
Sementara itu Ketua Konsil Kesehatan Indonesia, Indah mengatakan UU ini sama sekali tidak mengindahkan dan bertentangan dengan UU Kesehatan dan UU Praktek Kedokteran.Dia pun mencontohkan dalam UU Kesehatan dan UU tenaga kerja di bidang kesehatan dibagi dua yaitu tenaga medis dan tenaga kerja medis. Dalam UU ini hanya dituliskan sebagai tenaga kesehatan.
“Selain itu UU ini di pasar bebas nantinya membuat para tenaga kerja kesehatan tradisional dan para pembuat obat tradisional memiliki diploma D3. Selama ini misalnya tukang pijat tunanetra kan hanya mengikuti pelatihan di kementrian social dan diberikan sertifikat untuk dapat bekerja. Begitu juga dengan pembuat obat tradisional yang mengandalkan ramuan turun temurun tentunya akan kalah bersaing dengan para pembuat obat tradisional dari luar negeri yang punya pendidikan tinggi.Kita minta perlindungan, jangan disamaratakan, karena toh Negara-negara lain juga memproteksi hal itu,” imbuhnya.
Sementara itu Aktivis yang juga mewakili masyarakat difabel Indonesia, Yeni Rosa Damayanti mempersoalkan syarat kesehatan fisik untuk bisa menjadi tenaga kerja kesehatan.Dengan demikian menurutnya maka penyandang difabel menurut UU ini tidak boleh menjadi tenaga kerja kesehatan.Padahal menurutnya tidak sedikit dokter yang merupakan penyandang difabel.
”Bagaimana dengan nasib para dokter yang difabel karena kalau UU ini disahkan maka mereka tidak boleh melakukan layanan kesehatan karena bisa dianggap pidana. Padahal banyak dokter penyandang difabel.Bagaimana denga dokter yang cacat fisik tidak boleh memberikan layanan kesehatan,bagaimana pula para pemijat tuna netra atau difabel lainnya yang menjadi tenaga kesehatan?” tegasnya.
Sementara itu Anggota Komisi IX dari FPDIP,Rieke Diah Pitaloka menegaskan kembali permintaanya agar DPR tidak mensahkan UU ini. Menurutnya meski dia anggota komisi IX dirinya tidak tahu bahwa ada pembahasan UU ini. Dia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah terlibat dalam panja UU.Dia pun menegaskan bahwa protesnya untuk pembatalan pengesahan UU ini bukan untuk menafikan kerja kawan-kawannya di komisi IX yang terlibat dalam proses pembuat UU ini, tapi semata-mata demi menegakan konstitusi.”Dalam UU ini tidak ada konsideran dengan UU lainnya. Jadi aneh sekali,” tandasnya.(chan)