Legislasi

RUU Perlindungan Anak Sebagai Kado Buat Bangsa

Ida FauziahJAKARTA – Ketua Komisi VIII DPR RI Hj. Ida Fauziyah menegasksan, DPR akan segera mengesahkan RUU Perlindungan Anak sebagai UU dan sekaligus sebagai kado DPR periode 2009-2014 dalam mengakhiri tugasnya.

“Banyaknya kasus kekerasan seksual dan kekerasan fisik lainnya terhadap anak seperti kasus Jakarta International School (JIS), kasus Emon dan masih banyak lagi yang tidak terungkap membuat pembahasan RUU ini makin cepat dan baik, karena semua berkepentingan terhadap masa depan anak sebagai investasi bangsa,” tegas Ida Fauziah dalam forum legislasi ‘RUU Perlindungan Anak’ bersama Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah Anshor, di Gedung DPR, Selasa (16/9/2014).

Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak lanjut Ida, memunculkan kesadaran bersama bagi anggota DPR untuk segera menyelesaikan dan mengesahkan RUU ini menjadi UU. “Dalam pembahasan di Komisi VIII cukup baik, tenang, dan lembut (smooth), tidak terjadi tarik-menarik kepentingan politik. Tak ada koalisi merah putih, dan koalisi yang lainnya,” ujar politisi PKB itu.

Yang terpenting lagi menurut Ida, dalam banyaknya kasus kekerasan yang muncul terjadi kekosongan hukum terhadap perlindungan anak tersebut. Di mana di banyak kasus kekerasan itu negara tidak ‘hadir’ dan atau belum memberikan perlindungan secara maksimal. “Bahkan di daerah kabupaten/kota, perlindungan anak itu belum menjadi kesadaran bersama, politicall will pemerintah daerah,” tambahnya.

Dalam RUU ini juga terdapat definisi anak di dalam kandungan dan sampai berusia 18 tahun. Juga membahas anak di sekolah yang harus mendapat pendidikan agama sesuai agamanya dan sebaliknya mendapat sanksi pidana. “Di sekolah itu penting, karena lembaga pendidikan yang seharusnya menjadikan tumbuh-kembangnya anak, malah sebaliknya membuat trauma akibat kekerasan seksual dan lain-lain,” kata Ida.

Dengan demikian menurut Ida, RUU ini akan membangkitkan kesadaran pemerintah, masyarakat, orang tua dan lembaga pendidikan sekolah untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak. “Jadi, siapapun anak itu, apakah dari hasil pernikahan dini, pernikahan paksa, dan bukannya kumpul kebo, semuanya harus dilindungi dan wajib mendapat hak untuk hidup,” pungkasnya.

3.700 Kasus

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indoensia (KPAI) Hj. Maria Ulfah Anshor menyatakan, dalam setiap tahunnya telah terjadi 3.700-an atau sebanyak 13-15 kasus kekerasan terhadap anak dalam setiap harinya,  baik dalam bentuk kekerasan seksual, kekerasan fisik lainnya, pembunuhan, perdagangan manusia (human traficking), narkoba dan anak-anak jalanan.

“Itu baru kasus yang dilaporkan ke KPAI. Padahal, banyak lagi kasus di daerah-daerah yang tidak dilaporkan akibat tidak memahami aturan, dan atau takut akibat ancaman. Jadi, kekerasan terhadap anak ini seperti fenomena gunung es kalau dibiarkan akan membahayakan masa depan anak-anak dan bangsa ini,” tegas Maria.

Menurut Maria Ulfah, RUU ini merupakan penggabungan antara UU Kesejahteraan Anak tahun 2007 dengan Perlindungan Anak, sehingga makin lengkap dalam usaha memberikan perlindungan terhadap anak. “Termasuk hak asuh akibat konflik, tidak boleh hanya oleh satu orang tua, melainkan pemberian asuh itu tetap harus oleh kedua orang tuanya. Itu salah satu kalusul putusan pengadilan hak asuh anak,” tambahnya.

Sementara mengenai ketentuan sanksi pidana agar berefek jera kata Maria Ulfah, hal itu sedang dirumuskan oleh tim ahli bidang hukum. KPAI mendukung hukuman mati bagi pelaku kekerasan terhadap anak (pembunuhan, perkosaan, perdagangan, narkoba dll.). “Tapi, acuannya pada KUHP, sedangkan di KUHP tidak ada hukuman mati. Hanya hukuman 20 tahun penjara,” katanya.

Selain itu lanjut Maria Ulfah, setiap orang dilarang melakukan pengguguran anak yang masih dalam kandungan, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. “Jadi, tidak ada yang namanya diperbolehkan aborsi itu, yang ada kesehatan reproduksi, di mana boleh menggugurkan anak sesuai yang diatur UU. Misalnya akan mengancam jiwa ibunya dan sebagainya,” pungkasnya. (chan/mun)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top