Pengawasan

Harus Disingkronkan, Visi Pusat dan Daerah

Ketua Fraksi MPR RI, Lukman Edy  (kanan) didampingi Anggota DPR Fraksi PKB DPR ,Malik Haramain (tengah) menyerahkan plakat kepada  Tim Transisi Jokowi-JK,Eko Sanjoyo (kiri) usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional FPKB MPR RI dan DKN Garda Bangsa dengan Thema "Membedah Arsitektur Pemerintahan Jokowi-JK, di Jakarta, Minggu (13/9/2014). Foto dardul/bt

Ketua Fraksi MPR RI, Lukman Edy (kanan) didampingi Anggota DPR Fraksi PKB DPR ,Malik Haramain (tengah) menyerahkan plakat kepada Tim Transisi Jokowi-JK,Eko Sanjoyo (kiri) usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional FPKB MPR RI dan DKN Garda Bangsa dengan Thema “Membedah Arsitektur Pemerintahan Jokowi-JK, di Jakarta, Minggu (13/9/2014). Foto dardul/bt

JAKARTA – Ketua FPKB MPR Lukman Edy mengatakan, visi jangka pendek pemerintah pusat dan daerah harus disingkronkan sehingga kebijakan pembangunan tidak jalan sendiri-sendiri, apalagi sampai bertentangan seperti daerah menolak kebijakan pusat.

“Sejak GBHN ditiadakan, visi presiden terpilih tidak nyambung dengan visi daerah karena buat juga buat visi masing-masing, apalagi kepala daerahnya berbeda partai dengan presiden. Jadi harus ada singkronisasi visi pusat dan daerah,” kata Lukman Edy seminar kebangsaan
‘Membedah Arsitektur Pemerintahan Jokowi-JK’, di Jakarta, Minggu (14/9/2014).

Seminar diselenggarakan FPKB MPR dengan  pembicara lain  Sekjen Garda Bangsa A Malik Haramain, dan Deputi Rumah Transisi Eko Sanjoyo.

Karena tidak singkronnya visi pusat dan daerah, kata Lukman, MPR mencari titik temu. “Memang ada yang menginginkan dan mengusulkan GBHN dihidupkan kembali untuk 5 tahun ke depan. PKB setuju GBHN dihidupkan kembali untuk mensingkronkan visi presiden dengan daerah,” kata Lukman Edy.

Masalahnya kata Lukman, kalau kembali menggunakan GBHN terjadi lagi sentralisasi. Karena itu kata Lukman, Otonomi Daerah juga harus diperkuat dengan memberlakukan otonomi daerah (Otda) secara Asimetris.

“Otda harus diperkuat, tidak boleh surut ke belakang. Walaupun ada evaluasi, Otda harus tetap dilanjutkan. Karena Otda dekat hubungannya dengan NKRI. Ke depan, Otda harus Asimetris. Pelaksanaan Otda tidak perlu sama, karena masing-masing daerah ada karakteristiknya. Secara Konstitusional hal itu memungkinkan,” ucap Lukman.

Kementerian Baru

Lukman Edy juga mengusulkan peningkatan status Badan Pertanahan Nasional (BPN) dari lembaga pemerintah non kementerian menjadi kementerian tersendiri. Usul ini didasari dari permasalahan pertanahan yang kompleks namun memerlukan penanganan yang lebih cepat, dan efektif.

Dikatakan Lukman, salah satu TAP MPR yang memiliki semangat reformasi adalah penuntasan persoalan agraria. TAP MPR itu menyebutkan persoalan agraria harus diatasi secara serius. Salah satunya dengan melakukan perubahan terhadap Undang Undang Pokok Agraria.

“Saat ini DPR masih membahas soal RUU Pertanahan. Perlu dibahas juga keberadaan BPN sebagai instansi yang mengurusi pertanahan. Apakah BPN tetap seperti sekarang, atau ditingkatkan menjadi kementerian tersendiri,” ujarnya.

Dengan statusnya yang hanya lembaga pemerintah non kementerian, BPN selama ini begitu lamban dalam menuntaskan persoalan-persoalan pertanahan di masyarakat.

“Pemerintahan ke depan semangat reformasinya tidak boleh hilang. Semangat reformasi itu bisa tergambar dari TAP MPR yang dikeluarkan pasca reformasi 1998. Jadi pemerintahan ke depan harus baca TAP MPR sebelum menyusun arsitektur pemerintahannya,” kata Lukman Edy.

Eko Sanjoyo mengatakan, meski dirinya tidak diserahi persoalan pertanahan di Rumah Transisi, namun dari pembicaraan dan diskusi, memang dibahas mengenai status BPN. “Masalah agraria, ada wacana dan diskusi di Rumah Transisi untuk memperkuat fungsi BPN, sehingga persoalan agraria bisa lebih cepat diselesaikan,” kata Eko. (chan)

1 Comment

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top