JAKARTA – Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli punya solusi untuk mengatasi keruwetan masalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang selalu menyandera pemerintah dari rezim ke rezim.
”Sebetulnya ada langkah sederhana tapi cerdas untuk menyelesaikan ruwetnya subsidi BBM. Caranya, lakukan subsidi silang. Paksa kalangan menengah atas membayar lebih mahal daripada rakyat kelompok bawah. Bahkan dengan kebijakan ini pemerintah justru meraih keuntungan dari pos anggaran ini,” ujar ekonom senior itu kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (9/9/2014).
Solusi yang ditawarkan Rizal Ramli itu cukup sederhana tapi sangat cemerlang. Dia mengusulkan agar BBM yang beredar di pasar di bagi jadi dua jenis. Jenis pertama, BBM bersubsidi sekarang beroktan 88 diturunkan ke 80-83. Dia membandingkan di Amerika, oktan general gasolin 86 dan di negara bagian Colorado 83. Jenis kedua, BBM Super dengan oktan 92 untuk jenis Pertamax dan 94 Pertamax Plus.
Dengan oktan yang rendah mesin akan lebih sering mengalami ketukan dan sebaliknya. Dengan menggunakan oktan yang rendah, akan membuat pengendara mobil menengah atas takut menggunakan BBM Rakyat. Mereka tidak ingin mesin mobilnya menggelitik karena akan mempercepat kerusakan mesin dan biaya perbaikannya lebih mahal.
”Guna meringankan beban rakyat, harga BBM Rakyat tidak dinaikkan atau tetap Rp6.500 per liter tapi oktannya diturunkan. Ini menyangkut nasib sekitar 91,5 juta penduduk miskin yang terdiri atas para pengguna sepeda motor, nelayan, dan pengemudi angkutan umum,” kata Rizal.
Dari simulasi ini, lanjut tokoh yang gigih mengusung ekonomi konstitusi ini, pemerintah memang harus mensubsidi BBM Rakyat sebesar 27,5 juta kl x Rp1.900 = Rp52,25 triliun. Namun pada saat yang sama, pemerintah meraih laba dari penjualan BBM Super yang 22,5 juta kl x Rp4.100 = Rp92,25 triliun. Dengan begitu, pemerintah masih mengantongi selisih positif sebesar Rp40 triliun/tahun.
Berdasarkan simulasi tersebut, sambung Rizal Ramli, telah menyulap subsidi BBM yang selama ini menjadi momok bagi APBN menjadi keuntungan yang menggiurkan. “Bayangkan saja, sebelumnya RAPBN 2015 dibayang-bayangi jebol karena subsidi BBM yang mencapai Rp363,5 triliun. Dengan solusi sederhana tapi cerdas itu, pemerintah justru mengantongi surplus sebesar Rp40 triliun,” ujar Rizal.
Solusi tersebut menurut Rizal, sekaligus menghapus praktik subsidi BBM yang tidak tepat sasaran karena lebih banyak dinikmati kalangan menengah atas yang tidak berhak. Solusi berupa subsidi silang memungkinkan subsidi BBM jadi betul-betul tepat sasaran, betul-betul untuk rakyat.
Rizal Ramli juga sudah punya langkah untuk memastikan gagasan cemerlang berupa pembagian dua jenis BBM ini bisa diterapkan di lapangan. Termasuk untuk menangkal kelompok menengah atas yang bandel dengan tetap membeli BBM Rakyat.
Caranya, pertama, kedua jenis BBM tersebut warnanya dibedakan dengan mencolok. Misalnya, warna biru untuk BBM Rakyat dan BBM Super berwarna merah. Tangki dan dispenser di SPBU-SPBU, kalau perlu, juga diberi warna biru untuk BBM Rakyat dan merah untuk BBM Super. Perbedaan harga dan spesifikasi produk ini (oktan dan warna BBM) adalah pelaksanaan dari prinsip subsidi silang.
Kedua, lakukan razia secara rutin terhadap kendaraan kelas menengah atas oleh aparat Dishub, Polantas, dan kalau perlu dengan melibatkan LSM. Siapkan juga sanksi berupa denda untuk setiap pelanggaran penggunaan BBM Rakyat. Selain itu, juga ada sanksi sosial berupa dipermalukan di depan umum bagi pengendara kalangan menengah atas yang melanggar. (chan)