JAKARTA – Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat melihat kegalauan presiden terpilih Jokowi bukan menghadapi Koalisi Merah Putih, melainkan koalisi partai politik dan relawan pendukunnya terpecah.
“Kekuatan KMP sudah tergambar dan dihitung kubu Jokowi dan tentunya mereka sudah tahu apa yang akan mereka lakukan. Tapi itu tidak jadi masalah, yang jadi masalah saat ini yang membuat Jokowi galau justru adalah muculnya bibit perpecahan partai pendukung dan relawannya,” ujar Syarif ketika dihubungi wartawan, Kamis (4/9/2014).
Koalisi ramping yang dicanangkan Jokowi menurut Syarif sangat ideal kalau tidak pecah, karena tujuan koalisi ramping ini sendiri adalah menghindari banyaknya konflik kepentingan.
Namun belakangan bibit perpecahan mulai terasa sehingga memaksa Jokowi untuk berusaha menarik beberapa anggota KMP ke barisannya. Jokowi menurutnya bisa saja khawatir partai politik yang mengusungnya tidak komit dengan janji awal untuk berkoalisi tanpa syarat.
”Tentunya Jokowi khawatir, sudah dukungannya kalah besar, bibit perpecahan di koalisi pendukungnya mulai muncul. Ini yang membuatnya pusing, sudah kecil dukungan, pecah pula. Ketika akan bergabung dengan koalisi kan tidak ada kontrak politik bagi-bagi kursi. Saya curiga setelah menang partai minta kursi, relawan juga minta kursi. Di sinilah mungkin terjadi kontetasi antara relawan dan partai,” tambahnya.
Dengan tambahan dukungan anggota koalisi merah putih yang bisa diraih akan meringankan tugas pemerintah karena mendapatkan tambahan dukungan suara di DPR.
“Tapi selama Jokowi berpijak pada garis kepentingan rakyat dalam membuat program-programnya maka Jokowi tidak perlu khawatir pemerintahannya akan digergaji oleh KMP. Tapi jika dia membuat program yang tidak pro rakyat, jangankan KMP, rakyat pun akan berdiri melawannya,” paparnya lagi.
Sebelumnya dilansir media massa, sudah bermunculan wacana-wacana yang menggambarkan perbedaan antara Jokowi dan partai pendukung dan relawannya.
Seperti relawan mendatangi rumah transisi karena tuduhan minta jatah mentri. Kemudian wacana kenaikan BBM yang dilontarkan Jokowi juga bertentangan dengan garis kebijakan PDIP sebagai partai pengusung utama Jokowi untuk tidak menaikan BBM selama 10 tahun terakhir.
Kebijakan Jokowi yang tidak akan memilih mentri-mentri yang masih memegang jabatan struktural parpol juga bertentangan dengan partai-partai yang ingin mendukukkan pejabat strukturalnya di kementrian. (chan)
