Polhukam

DPD Ragu Kinerja Rumah Transisi Jokowi-JK

Ketua departemen hubungan internasional Universitas Bina Nusantara, Tirta Nugraha Mursitama (ke-2 kanan) didampingi dosen hukum pidana FHUI, Gandjar Laksamana Bonaprapta (kanan), anggota DPD Provinsi Papua, Paulus Yohanes Sumino (ke-2 kiri) dan ketua bidang politik pertanian dan pembangunan pedesaan IPB, Arya Hadi Dharmawan (kiri) dalam Dialog Kenegaraan bertema "Tantangan dan Pemerintahan Jokowi-JK", di Gedung DPD, Rabu (27/08/2014). Foto dardul

Ketua departemen hubungan internasional Universitas Bina Nusantara, Tirta Nugraha Mursitama (ke-2 kanan) didampingi dosen hukum pidana FHUI, Gandjar Laksamana Bonaprapta (kanan), anggota DPD Provinsi Papua, Paulus Yohanes Sumino (ke-2 kiri) dan ketua bidang politik pertanian dan pembangunan pedesaan IPB, Arya Hadi Dharmawan (kiri) dalam Dialog Kenegaraan bertema “Tantangan dan Pemerintahan Jokowi-JK”, di Gedung DPD, Rabu (27/08/2014). Foto dardul

JAKARTA – Anggota DPD  Paulus Yohanes Sumino meraguan terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang dibangun melalui Rumah Transisi (RT) karena hanya melibatkan 4 orang dan minus ahli hukum.

“Seharusnya orang yang terlibat dalam rumah transisi itu terdiri dari orang yang ahli dalam bidangnya, baik ekonomi, hukum, pertanian, sosial politik, keuangan, investasi, perbankan dan bidang lainnya,” kata Paulus Yohanes Sumino dalam dialog kenegaraan ‘Tantangan Pemerintahan Jokowi-JK’ di Gedung DPD, Rabu (27/8/2014).

Dia mempertanyakan  apakah 4 orang dalam RT itu untuk menyiapkan struktur kabinet atau materi untuk pembangunan bangsa dan negara lima tahun ke depan. “Kalau hanya menyiapkan kabinet, maka akan gagal dalam politik, karena medan tempurnya ada di DPR, DPD, perguruan tinggi, kementerian terkait dan pasar di masyarakat,” tegas Sony sapaan akrab Paulus.

Seharusnya menurut Paulus, dalam RT itu terdiri dari keempat lembaga tersebut, agar dalam memulai menjalankan 100 hari pemerintahan bisa dimulai dari titik yang benar.

“Kalau hanya menyiapkan orang untuk susunan kabinet, maka program pembangunan akan tergantung pada Jokowi-JK. Jadi, saya khawatir Jokowi-JK tak bisa mempertahankan komitmennya untuk berpihak pada rakyat,” ujarnya.

Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksamana Bonaprapta, yang harus menjadi prioritas dalam 100 hari pemerintahan Jokowi-JK adalah penegakan hukum.

Meski penegakan hukum itu tidak berdiri sendiri, melainkan akan selalu bersentuhan dengan politik, khususnya di DPR. “Penegakan hukum itu isu utama adalah korupsi, maka yang harus dibenahi adalah kepolisian,” kata Gandjar.

Karena itu, Jokowi-JK harus mengoptimalkan kinerja kepolisian dan kejaksaan sebagai penegak hukum. Hanya saja kata Gandjar, pihaknya tidak melihat di Rumah Transisi (RT) itu tidak ada yang ahli di bidang hukum.

“Jadi, kita harus kawal penegakan hukum itu ke depan. Mengingat Presiden SBY yang hebat, ternyata tersandera politik dan berbagai masalah lainnya. Nah, kalau Jokowi-JK juga tersandera berbagai kasus, maka kita tak bisa banyak berharap pada Jokowi-JK ini,” ujarnya.

Arya Hadi Dharmawan juga belum melihat komitmen Jokowi-JK terhadap kedaulatan pangan, sebagaimana ajaran Trisakti Bung Karno. “Jokowi-JK hanya bicara kemandirian. Padahal, hampir semua kebutuhan pangan kita serba impor, tiga juta hektar kelapa sawit milik asing, dan impor beras dan kedelai selalu melibatkan rentenir (ransiking-siapa mendapat apa?) dalam ekonomi. Itulah yang harus dipotong, dan proteksi sawah tak boleh merugikan petani,”  ungkapnya. (chan/mun)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top