JAKARTA – Anggota DPR dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menilai Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015 yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat berat bagi pemerintahan mendatang, siapapun presidennya.
“RAPBN 2015 memberatkan pemerintah ke depan, siapapun presidennya. Kalau pidato memang bagus, tapi setelah kita kritisi banyak terjadi defisit, dari defisit utang luar negeri, transaksi pembayaran, dan neraca perdagangan,” kata Hendrawan dalam diskusi ‘Membedah RAPBN 2015’, di Ruang Wartawan DPR, Kamis (21/8/2014).
Menurut Hendrawan, kalau dari tiga defisit akan ditambah satu lagi defisit, maka Indonesia akan memasuki krisis. “Kalau itu terjadi, maka akan seperti Yugoslavia, yang terpecah-belah sebelum krisis terjadi. Apalagi, indikator krisis itu ditandai dengan terus melemahnya rupiah terhadap dollar AS,” ujar Hendrawan.
Hendrawan membandingkan ketika SBY pertama memerintah pada tahun 2004 eksplorasi-lifting minyak 1,07 juta barel, tapi pada 2015 ini tinggal 0,85 juta barel. Nilai tukar rupiah Rp 8.200 (2004),- tapi tahun 2015 menjadi Rp 11.900,-, setimulus ekonomi 18,6 % (2004) menjadi 18 % (2015) dan lain-lain. “Jadi, terjadi penurunan dalam semua indikasi ekonomi,” ujarnya.
Karena itu lanjut Hendrawan, FPDIP terus mencermati untuk menyiasati RAPBN 2015 agar sejalan dengan cita-cita Kemerdekaan RI. “Kunci perekonomian itu ada pada APBN dan BUMN. kalau, APBN dan BUMN mandul, maka akan mundur negara ini, karena tak ada pertumbuhan ekonomi. Apalagi devisa kita tinggal Rp 20 triliun. Untuk itu, bagaimana revolusi mental itu akan menjadi revolusi neraca,” pungkasnya.
Praktisi ekonomi John Riyadi mengakui kondisi ekonomi Indonesia makin kelam ke depan. Pertumbuhan ekonomi justru mengalami kemunduran terus, dari target 7% malah kini menjadi 5%. “Begitu juga bank-bank yang mengalami likuiditas ketat. Sehingga pengusaha kesulitan untuk melakukan investasi,” terangnya.
Menurut John, indikator ekonomi nasional saat ini cukup berbahaya. Makanya, harus cepat membenahi diri. “Saya perkirakan dalam tempo 6-9 bulan ini suku bunga di AS akan naik. Lihat saja dari nota-nota yang beberkan The Fed. Kalau suku bunga naik, maka bukan tidak mungkin rupiah sampai Rp13.000. Target mereka seperti itu,” pungkasnya. (chan/mun)