Anggaran

Terlalu Banyak Kementerian, Pemerintahan Indonesia Boros Anggaran

IMG_1229

JAKARTA – Pemerintahan Indonesia yang kini tengah berjalan ditengarai tidak bisa menerapkan efisiensi anggaran. Hal itu dapat dilihat dengan adanya tumpang tindih program pemerintahan, dan itu berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Direktur pusat kajian analis lembaga administrasi negara, Anwar Sanusi mencontohkan pulau-pulau kecil yang ditangani oleh ditjen pesisir dan pulau kecil di kementerian kelautan dan perikanan. Kalau ada kemiskinan, maka ditangani pula oleh kementerian sosial.

“Pulau kecil biasanya masuk daerah tertinggal, dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal juga menangani. Ini tumpang tindih yang yang luar biasa,” ujarnya di Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (13/8).

Kondisi itu, sambung Anwar, diperparah dengan Kementerian yang terlalu banyak. Kabinet Indonesia Bersatu jilid II memiliki 34 kementerian. Cina yang memiliki 1,3 miliar penduduk hanya memiliki 23 kementerian. Inggris hanya 26 kementerian. Korea Selatan hanya 17 kementerian. Sedangkan yang memiliki lebih dari 30 kementerian adalah negara-negara yang baru berkembang seperti Srilanka, Banglades, India, termasuk Indonesia.

Anwar memaparkan, situasi politik membuat jumlah kementerian membengkak. Transaksi politik melatarbelakangi dibentuknya kementerian yang lebih banyak. Indonesia, jelasnya, pernah memiliki kementerian yang efisien pada Kabinet Pembangunan II yang hanya memiliki 25 kementerian.

“Sayangnya, pada kabinet pembangunan III, Presiden Soeharto mulai memperbesar kementerian. Tujuannya untuk mengakomodir kepentingan politik. Bayangkan, sampai ada kementerian urusan khusus yang khusus untuk menangani keperluannya presiden. Saya rasa ini tidak baik,” imbuhnya.

Jika pada pemerintahan Jokowi nanti tidak berubah, Anwar yakin tidak akan ada efisiensi. Lebih dari itu, kepercayaan publik terhadap pemerintahan akan luntur. Kepentingan politik akan tetap diutamakan  sehingga tujuan utama pemerintah untuk fokus kesejahteraan rakyat terabaikan.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika membenarkan, bahwa selama ini tumpang tindih program pemerintah sering terjadi. Bahkan, itu sudah direncanakan sejak jauh.

“APBN yang disusun masih belum sepenuhnya mengadopsi anggaran yang paling diprioritaskan. Hal itu membuat efektifitas anggaran kurang dapat dirasakan karena program yang dirancang belum disertai pengukuran solid, khususnya prioritas pembangunan,” paparnya.

41 Comments

41 Comments

Leave a Reply

Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top