Polhukam

Dua Jenderal Desak BIN Usut Keterlibatan Aparat dalam Pilpres

×

Dua Jenderal Desak BIN Usut Keterlibatan Aparat dalam Pilpres

Sebarkan artikel ini

DJOKO SANTOSOJAKARTA – Dua jenderal purnawirawan, yaitu mantan Panglima TNI Djoko Santoso dan Junus Yosfiah mendesak Badan Intelejen Negara (BIN) mengusut keterlibatan oknum aparat dalam Pilpres 9 Juli 2014 lalu yang terungkap dalam kesaksian sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan BIN untuk mengungkap keterlibatan oknum aparat dalam Pilpres 2014,” tegas Junus Yosfiah dalam diskusi ‘Kecurangan Pilpres 2014’ di Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Setelah memberikan kesaksian, Novela dan kawan-kawan mendapat ancaman dari kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab. Karena itu, mereka meminta perlindungan ke Djoko Santoso dan Junus Yosfiah, dan akhirnya untuk sementara tinggal di rumah mantan KSAD tersebut.

Selain adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian kata Djoko, juga ada keterlibatan asing. “Dalam Pilpres memang bukan saja masalah menang kalah, melainkan kalau sampai asing terlibat berarti kadaulatan negara ini telah terinjak-injak.Apalagi KPK mengatakantelah terjadi pelanggaran konstitusi. Kalau konstitusi ini dilanggar, lalu ada apa dengan negara ini,” ujarnya prihatin.

Menurut mantan KSAD itu, dalam Pilkada sampai Pilpres sekarang ini juga mempertegas adanya kelompok kapitalis yang mendominasi dan berkuasa atas pergantian kekuasaan dari daerah sampai pusat. “Itu namanya politik oligopoli, apakah lalu kita biarkan? Apalagi sampai melanggar konstitusi?” tanya Djoko lagi.

Ditambah lagi lanjut Junus Yosfiah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melanggar UU Pilpres No.42/2008 khususnya pasal 188, 255, dan 256 tentang perhitungan cepat atau quick count (QC), yang dilarang diumumkam, malah dua jam sebelum perhitungan KPU dimulai, banyak QC yang mengumumkan dan langsung disambut kemenangan oleh pasangan Jokowi-JK. “Padahal, pelanggaran pidana itu sanksinya 18 bulan penjara.

“Kapolri juga pernah mengatakan di televisi, saat pengumuman Pilpres di KPU 22 Juli 2014 lalu, beliau mengatakan kalau sudah kalah, ya terimalah. Apa maksud Kapolri menyatakan seperti itu? Belum lagi ada oknum Polri yang bertemu dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati pada sore hari di bulan puasa. Juga di Kalimantan Tengah yang melibatkan mantan Kapolda. Itu semua harus diusut, karena sangat berbahaya bagi demokrasi,” ungkapnya.

Di Cilincing, sebanyak 265 kotak suara dibuka tanpa saksi dan pembuka suara sekarang menghilang, dan saksi Prabowo-Hatta mendapat ancaman. “Jadi, saya meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan BIN mengusut semua keterlibatan oknum aparat tersebut karena selama 69 tahun merdeka, ternyata masih banyak ancaman, intervensi asing, dan keterlibatan aparat dalam politik,” pungkasnya. (chan/mun)