JAKARTA – Ketua DPP Golkar Hajriyanto Y Thohari menegaskan, pembentukan rumah atau kantor transisi oleh capres Jokowi-JK tidak etis sebelum ada putusan final dari proses gugatan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, Jokowi-JK seharusnya berkomunikasi dan mengkonsultasikan kantor transisi itu dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk melanjutkan pemerintahan lima tahun ke depan.
“Harusnya menunggu proses hukum di MK dan konsultasikan dengan Presiden SBY terlebih dahulu, sebelum benar-benar menjabat sebagai presiden terpilih dalam Pilpres 2014 ini. Kalau mau mengikuti tradisi transisi di Amerika Serikat seperti itu,” tegas Hajriyanto dalam diskusi “Mempertanyakan Independensi MK dalam Sengketa Pilpres” bersama pakar komunikasi politik UI Lely Aryani di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (11/8/2014).
Kantor transisi itu kata Hajriyanto, memang persoalan rasa, sense, dimana secara simbolis proses transisi demokrasi di Indonesia itu perlu waktu panjang. Dan, menggugat ke MK itu secara penyelesaian Pilpres yang beradab, karena kinerja KPU memang tidak maksimal selaku penyelenggara pemilu. “KPU pun tak bisa membiarkan terjadinya kecurangan dengan berharap menggugat ke MK,” pungkasnya.
Lely Aryani berpendapat sama jika Jokowi-JK seharusnya menahan terlebih dahulu untuk tidak membentuk kantor transisi. “Tunggulah proses gugatan sengketa Pilpres di MK sambil memberi ketenangan Prabowo-Hatta, yang juga mendapat dukungan hampir 50 % rakyat pemilih di Indonesia dalam Pilpres 2014 lalu itu,” katanya.
Lalu, perlukah aturan agar pembentukan kantor transisi itu konstitusional dan berlangsung baik di mana tidak berbagai pihak yang ditugikan, Lely menyatakan soal aturan itu seharusnya dilakukan oleh DPR dan pemerintah. “Perlukah aturan itu atau tidak, agar proses transisi kepemimpinan nasional ini akan berlangsung baik dan damai,” ujarnya. (chan/mun)
