JAKARTA – Jaksa Agung Basrief Arief mengakui pembahasan RUU Hukum Acara Pidana dan RUU Kejaksaan, sedikit banyak berimbas pada perdebatan mengenai posisi kejaksaan dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu.
“Hangatnya pembahasan RUU Hukum Acara Pidana dan RUU Kejaksaan, sedikit banyak berimbas pada perdebatan mengenai posisi kejaksaan dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu,” katanya dalam sambutan Hari Bhakti Adhyaksa ke-54 di Jakarta, Selasa.
Karena itu, kata dia, dalam upaya penguatan tugas dan fungsi di bidang penegakan hukum, selain didukung dengan memberikan kajian secara akademik, harus diimbangi dengan bukti nyata melalui optimalisasi berbagai kewenangan yang telah diembankan baik di bidang pidana umum, pidana khusus, intelijen yustisial maupun perdata dan tata usaha negara.
Demikian pula, perjuangan dalam meningkatkan kesejahteraan personel yang dirasakan sangat mendesak dalam rangka menunjang efektifitas kinerja jajaran. “Upaya memperbaiki tunjangan jaksa yang sampai saat ini masih berpedoman pada Keppres Nomor 158 tahun 2000 tengah dilakukan dan kita berharap dapat memperoleh tanggapan yang positif dari pemerintah sebagai amanat Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang hingga saat ini belum terlaksana,” kata Jaksa Agung.
Hal tersebut tentunya harus didukung komitmen segenap jajaran untuk menunjukkan integritas, dedikasi dalam melaksanakan tugas, jangan sampai usaha tersebut menjadi ternoda oleh nila setitik namun efeknya dirasakan oleh seluruh warga Kejaksaan. Ia menambahkan berbagai upaya tersebut di atas jelas tidak mungkin dilakukan sendiri, ataupun sendiri-sendiri melainkan harus melibatkan seluruh kemampuan dan kesadaran penuh dari setiap elemen yang ada sebagai suatu komitmen bersama.
Di bagian lain, ia menyebutkan keberhasilan kejaksaan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi juga menunjukkan pencapaian yang semakin baik yaitu pada tahap penyidikan tahun 2010 sebanyak 2.315, tahun 2011 sebanyak 1.729 perkara, tahun 2012 sebanyak 1.401 perkara, tahun 2013 sebanyak 1.653 perkara dan tahun 2014 sampai bulan Juni sebanyak 431 perkara.
Kemudian dalam tahap penuntutan pada tahun 2010 sebanyak 1.706 perkara, tahun 2011 sebanyak 1.499 perkara, tahun 2012 tahap penuntutan sebanyak 1.511 perkara, tahun 2013 sebanyak 2.023 perkara, dan pada 2014 sampai bulan Juni sebanyak 656 perkara.
“Namun kondisi ini harus dipahami bahwa penegakan hukum bukanlah suatu industri yang diwujudkan dengan peningkatan angka produksinya namun sebaliknya dianggap berhasil jika ditunjukkan dengan menurunnya angka kejahatan dan diiringi peningkatan kesadaran hukum masyarakat,” tegasnya.
Dibidang penyelamatan keuangan negara pada tahap Penyidikan dan Penuntutan pada 2010 sebanyak Rp354,525 miliar tahun 2011 sebanyak Rp198,210 miliar dan 6.760,69 dolar AS, tahun 2012 sebanyak Rp302,609 miliar dan 500.000 dolar AS, tahun 2013 sebanyak Rp403,102 miliar. “Pada 2014 sampai bulan Juni sebanyak Rp43,248 miliar,” katanya. (chan/ant)