JAKARTA – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai jika rekapitulasi suara Pilpres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa besok bukan masalah biasa, tapi merupakan peristiwa tata negara luar biasa. Maka, penghitungan suara di KPU itu harus berlangsung baik, dan aman. Sebab, kalau tidak, maka tak bisa bicara agenda-agenda negara berikutnya.
“Jadi, rekapitulasi suara Pilpres pada 22 Juli ini sebagai peristiwa tata negara luar biasa. Karena itu harus berlangsung dengan baik dan aman. Kalau tidak, maka tak bisa bicara agenda-agenda negara berikutnya,” tegas Margarito dalam dialog kenegaraan ‘‘Menanti Presiden Pemenang Pilpres’ bersama Wakil Ketua MPR RI Melani Leimina Suharli dan sejarawan LIPI Asvi Warman Adam di Gedung MPR RI Jakarta, Senin (21/7/2014).
Selain itu kata Margarito, para pengusaha dan investor asing terus menunggu siapa yang akan memimpin Indoensia 5 tahun ke depan. Terlebih sebanyak 200 kontrak karya di ngara ini akan direnegosiasi atau dinasionalisasi.
“Atau dengan presiden terpilih itu, apa bisa semua sektor usaha yang ada bisa dicurangi, karena kadar nasionalismenya tipis. Sebaliknya, kalau capres terpilih terlalu kuat nasionalismenya, maka akan menyulitkan penanaman modal asing,” katanya.
Menyinggung sengketa Pilpres dari penetapan suara tersebut, Margarito menyarankan agar memiliki data, fakta, dan saksi-saksi yang kuat. “Dengan data dan saksi-saksi yang bisa dipertanggungjawabkan, sebenarnya capres-cawapres sudah tahu posisi suara masing-masing, sehingga tidak perlu tegang,” tambahnya.
Sejauh itu, kalau harus menggugat ke MK menurut Margarito, kalau selisih suaranya di atas satu persen, maka sulit mengejar ketertinggalan. “Misalnya dari 190,3 juta pemilih seluruh Indoensia dan luar negeri, kalau selisih 1 % saja, maka sama dengan 1,9 juta suara. Untuk mengejar ketertinggalan itu dibutuhkan form C1 dan DA1 yang banyak dan saksi-saksi yang kuat,” ujarnya.
Karena itu kata Margarito, yang paling aman sekarang ini kedua capres menyiapkan dua naskah pidato sebelum KPU mengumumkan penetapan perolehan suara Pilpres tersebut. Yaitu, kedua capres masing-masing menyiapkan pidato kalau dirinya menang dan kalau kalah. “Akan lebih baik yang menang tidak sombong dan merangkul yang kalah, dan sebaliknya yang kalah legowo,” pungkasnya. (chan/mun)
