JAKARTA – Dinas pendidikan kabupaten/kota seharusnya lebih aktif mendorong sekolah-sekolah di wilayahnya untuk melakukan pemesanan buku Kurikulum 2013 sehingga buku-buku yang diperlukan sudah tersedia saat memasuki tahun ajaran baru, kata Direktur Pembinaan SMA Kemdikbud Harris Iskandar.
“Sebenarnya kalau saja mengikuti jadwal yang sudah disosialisasikan pemerintah maka tidak akan terjadi keterlambatan. Kami sudah tiga kali melakukan rapat koordinasi. Kami ingin mencari tahu mengapa sekolah-sekolah tidak mengikuti jadwal yang disarankan untuk pemesanan buku,” kata Harris kepada pers di Jakarta, Jumat (18/7/2014).
Harris menyayangkan dinas pendidikan tidak maksimal mendorong sekolah untuk melakukan pemesanan buku ke pihak percetakan yang telah ditetapkan berdasarkan wilayah.
Penetapan perusahaan percetakan berdasarkan wilayah dimaksudkan untuk mempercepat proses pencetakan buku berdasarkan oplah yang dibutuhkan masing-masing daerah.
“Salah satu penyebab keterlambatan pencetakan dan pendistribusian buku kurikulum adalah karena sekolah dan dinas pendidikan daerah tidak aktif dalam melakukan pemesanan buku-buku tersebut. Jika saja semua dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, maka keterlambatan tidak akan terjadi,” katanya.
Ia mengatakan jumlah buku yang harus dicetak dan didistribusikan sebanyak 240 juta eksemplar, dengan rincian 123 juta eksemplar untuk jenjang SD, sebanyak 60 juta eksemplar untuk jenjang SMP, dan sebanyak 57 juta eksemplar untuk jenjang SMA/SMK.
“Untuk jenjang SMA/SMK yang sudah tercetak baru sekitar 60 persen. Tapi yang terdistribusikan tidak sampai 20 persen. Itu juga karena percetakan banyak yang kekurangan modal,” kata Harris.
Pihaknya mengaku heran kepada sekolah-sekolah yang terkesan lamban dalam melakukan pemesanan buku. Padahal, kata dia, sistem pemesanan yang dibuat oleh kementerian dinilai tidak memberatkan sekolah karena setiap sekolah hanya melakukan pemesanan secara online, sesuai dengan kebutuhan dan jumlah siswanya masing-masing.
Apalagi, harga buku yang ditetapkan oleh kementerian jauh lebih murah ketimbang buku-buku yang ada di pasaran.
“Satu lembar buku itu kalau dihitung hanya Rp35 sampai ke sekolah dikalikan jumlah halaman saja. Kami bisa membuat rata-rata untuk satu buku sekitar Rp10.000. Harga yang murah dibandingkan harga buku di pasaran yang jauh lebih mahal,” katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Dirjen Pendidikan Dasar Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan menyikapi masih rendahnya pemsanan buku kurikulum 2013 maka pemerintah membuat skenario darurat, yakni Kemdikbud menggandeng dinas pendidikan di daereh yang masih rendah angka pemseanan buku bahkan masih nol, seperti dengan Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku.
Dengan jaminan uang bantuan operasional sekolah (BOS), Kemdikbud meminta percetakan tetap mencetak buku meskipun sekolah belum pesan.
Di tingkat nasional, angka pemesanan buku Kurikulum 2013 oleh sekolah di jenjang SD dan SMP pun masih rendah. Hasil evaluasi per 7 Juli 2014, pemesanan untuk SD baru 58 persen. Dan untuk SMP 84 persen, kata Hamid. (chan/ant)