Legislasi

Tantowi Yahya: RUU RTRI Untuk Perkuat Lembaga Penyiaran Publik

Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya (tengah) bersama Direktur Utama LPP RRI Niken Widiastuti (kiri) dan Direktur Teknik/Plt.Direktur Program dan Berita LPP TVRI Syafrullah (kanan) dalam diskusi Forum Legislasi, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (15/7). Foto dardul/tk

Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya (tengah) bersama Direktur Utama LPP RRI Niken Widiastuti (kiri) dan Direktur Teknik/Plt.Direktur Program dan Berita LPP TVRI Syafrullah (kanan) dalam diskusi Forum Legislasi, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (15/7). Foto dardul/tk

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya menegaskan bahwa RUU tentang Radio dan Televisi Republik Indonesia (RTRI) untuk menjaga nasionalisme  agar supaya keutuhan bangsa ini dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap bersatu padu sampai akhir hayat.

Berikut pernyataan Tantowi Yahya dalam forum legislasi dengan tema “RUU RTRI” di Ruang Wartawan DPR RI, Selasa (15/6/2014) dengan pmbicara lainnya Direktur Utama LPP RRI Niken Widiastuti dan Direktur LPP TVRI  Syafrullah.

Munculnya gagasan ini setelah kami selama 4 tahun melakukan pengawasan, evaluasi terhadap kinerja dari lembaga penyiaran publik. Dimana sesuai amanat dari UU no.32 tahun 2002 tentang penyiaran, lembaga penyiaran publik yang kita kenal yaitu TVRI dan RRI.

Kami melihat bahwa selama kami mengadakan pengawalan terhadap dua lembaga ini yang kita sepakati bersama bahwa kehadiran lembaga penyiaran publik di negara khususnya, seperti kita saat ini dimana lembaga penyiaran swasta demikian dominan, demikian kuat, memberikan pesan-pesan kepada masyarakat menjadi sangat relevan dan bahkan menjadi sangat  penting.

Kita yang hidup di negara seperti Indonesia, dimana kita tahu kita hidup dengan berbagai macam etnis, berbagai kultur yang hidup secara berpencar-pencar dari Sabang sampai Marouke, ancaman kita nomor satu adalah keutuhan NKRI dan ancaman kedua kita adalah keutuhan dari kebudayaan kita dan ancaman ketiga itu adalah kita mneginginkan agar  supaya semua kekayaan yang ada ini bisa di kelola dengan baik.  Oleh karena itulah keberadaan dari lembaga penyiaran publik yang kuat menjadi sebuah keniscayaan.

Peran ini sudah dilakukan selama ini, baik oleh TVRI maupun RRI. Nah kemudian dengan segala hormat atas apa yang telah dilakukan oleh lembaga penyiaran publik ini lantas kita bandingkan dengan lembaga penyiaran publik yang ada diluar sana. Karena lembaga penyiaran publik kata publik bodkes,  bukan hanya ada di Indonesia, hampir semua lembaga negara yang ada di dunia ini mempunyai lembaga penyiaran publik dengan aflikasi sistem yang berbeda-beda namun maksud dan tujuannya adalah sama.  Dimana maksud dan tujuannya itu adalah suatu lembaga penyiaran yang menyiarkan hal-hal yang harus dan penting diketahui oleh rakyat dan ini harus  menjadi garis bawah. Jika tidak nanti informasi yang disampaikan oleh lembaga penyiaran itu terkadang yang tidak penting tetapi dipaksakan ke lembaga publik yang menjadi ranah yang dominan dari lembaga penyiaran swasta.

Lembaga penyiaran swasta itu mengacu kepada ratting. Jadi selama acara itu diminati oleh masyarakat maka acara itu akan terus di produksi tanpa mengindahkan hak daripada masayarakat penontonnya. Beda dengan lembaga penyiaran yang menggunakan  frekwensi.

Media cetak adalah hadir di rumah kita kalau kita berlangganan  atau kita membelinya, tetapi kalau lembaga penyiaran baik radio maupun televisi dia datang melalui frekwensi, di diundang atau tidak diundang dia datang. Oleh karena itu penyikapan kami sebagai legulator tentu saja berbeda, jadi dampak dari lembaga penyiaran yang menggunakan spektrup frekwensi ini sangat berbahaya apabila tidak di regulasi dengan baik.

Memang kita mengenal amanat UU ada lembaga penyiaran swasta yang bekerja berdasarkan azas komersial. Oleh karena itu panutannya adalah rating, masalah rakyat, pirsawan butuh atau tidak itu urusan ke dua sebab menurut rating acara ini diminati.  Nah itu terkadang mereka berlomba-lomba membuat acara yang sama.

Sedangkan penyiaran publik diwajibkan fungsinya sebagai penyeimbang, keanekaragaman budaya yang selama ini tidak terakomodir di lembaga penyiaran swasta harus masuk di lembaga penyiaran publik. Kemudian capaian–capain pemerintah yang positif tanpa bermaksud mereka ini terprovokasi atau terkooptasi oleh kepentingan pemerintah tetapi wajib disampaikan kepada masyarakat karena itu suatu hal yang sifatnya edukatif, sifatnya itu informatif dan juga menyuburkan nasionalisme.

Kemudian hakekat lembaga penyiaran publik itu adalah menjaga nasionalisme ini agar supaya keutuhanbangsa ini agar supaya bersatu dengan nama negara kesatuan republik indonesia itu tetap bersatu padu sampai dengan akhir hayat.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman tadi kita sepakat bahwa lembaga penyiaran publik adalah  sebuah keniscayaan.  Pertanyaaannya adalah lembaga penyiaran publik seperti apa? Setelah kami melakukan observasi atau kami melakukan perbandingan – perbandingan ternyata banyak lembaga penyiaran publik yang negara-negara sana yang bisa bekerja secara efektif dan  efisien. Efektif disini berarti bekerja secara organisasi kemudian efisien dari segi anggaran.  Nah dua hal inilah yang tidak ada pada lembaga penyiaran publik kita.

Lembaga penyiaran publik kita tidak dikenal oleh UU keuangan kita.  Jadi lembaga penyiaran publik ini tidak ada mata anggarannya.  Jadi mereka, mohon maaf kalau memakai kata menyusu pada mata anggaran 99 yang kita tahu itu adalah mata anggaran untuk bencana . Jadi rasa penyiaran publik yang telah saya sampaikan di awal tadi sangat penting anggarannya dimasukan ke bencana.

Ini mohon maaf ya, kalau satu tahun bencananya banyak, lah anggarannya tergerus. Bisa – bisa ga siaran atau kwalitasnya menurun.  Inikan ga benar padahal kita semua sepakat bahwa penyiaran publik itu penting tetapi inilah mereka itu hidup dengan anggaran 99 yang disamakan dengan dana banjir, dana gempa bumi dan seterusnya. Oleh karena itu dananya ga bisa besar, kedua anggaran mereka ini riskan penurunannya apabila terjadi bencana.

Yang kedua adalah aspek yang tidak kalah pentingnya adalah aspek organisasi. Kami melihat bahwa di luar sana mereka begitu efektif bekerja karena satu diantaranya kedua lembaga ini digabungkan menjadi satu.  Memang ada beberapa negara yang masih menyisakan tetapi hanya sedik sekali.  Taroklah seperti kita RRI dan TVRI menjadi dua,  tetapi kebanyakan negara-negara maju mengubah menjadi satu. Kita lihat yang paling dekat di kita adalah Malaysia,  Radio Television Malaysia, kemudia ada BBC kemudian ada MXG kemudian ada EBC semuanya telah bergabung, radio dan televisi menjadi satu menjadi lembaga penyiaran publik.

Oleh karena itu kami menganggap bahwa sudah saatnya Indonesia mempunyai lembaga penyiaran publik yang kuat sebagai mana yang ada di negara negara tetangga, kuat itu artinya kuat dari sisi kelembagaan dan pendanaan, kelembagaannya  kita gabung menjadi satu.

Dengan sistem managemen modern, dimana nanti yang akan mengawaki, istilahnya lembaga baru ini tidak lagi pegawai negeri sipil, PNS ini ada plus minusnya dalam segala bidang. Kalau untuk lembaga penyiaran menurut hemat kami banyak minusnya, mengapa, lembaga penyiaran itu identik dengan industri kreatif. Industri kreatif itu mohon maaf ini ya, saya tidak anti orang tua, saya sendiri orang tua, lembaga kreatif itu domainnya anak muda. Makanya lembaga penyiaran swasta seperti RCTI, Indosiar dan segala macam kebanyakan pegawai mereka yang berada pada sisi kreatif itu sifatnya itu bukan pegawai tetap, gunanya apa, agar supaya gampang dirotasi, bahkan diputuskan kontraknya.

Kalau kita tahu ya, biro iklan, radio, TV   itu sekali lagi berlomba-lomba berpacu dalam kreativitas. Semakin uzur orang itu maka kreativitasnya akan semakin menurun.  Kalau orang itu statusnya tetap akan sulit lembaga ini akan melakukan  inovasi-inovasi, karena karyawan yang begitu banyak itu akan menjadi beban diberdayakan memang sudah habis, sementara dipecat ga bisa. Nah ini menjadi beban, sementara TV-TV lain itu jangankan luar negeri, di sini saja sifatnya itu adalah non permanen inploy. Jadi karyawan sifatnya itu di rotasi bahkan di putuskan hubungan kerja dengan mengacu kepada sistem kerja yang menguntungkan antara inployor dengan inploinya.

Kemudian dari aspek pendanaan dengan statusnya menjadi lembaga negara. Jadi RTRI ini adalah lembaga negara yang dibentuk atas perintah UU dengan sendirinya maka dia akan mempunyai mata anggaran sendiri, jadi tidak disamakan dengan anggaran bencana.

Dari dua hal ini kita melihat kedepan bahwa insya Allah kita akan mendapatkan lembaga penyiaran publik yang kuat secara kelembagaan dan pendanaan yang nanti ujungnya acaranya akan bersaing dengan produk –produk dari lembaga penyiaran swasta.  Mereka akan berubah dari analog ke digital supaya bisa komplit, program-programnya akan lebih kuat oleh tenaga-tenaga muda yang kreatif maka nanti akan sama dengan RCTI, MNC dan sebagainya. Sehingga potret kebesaran itu dari sisi kebudayaan, sosial yang mengacu kepada keutuhan NKRI itu akan terbingkai dari tampilan yang mewah, bagus dan tidak ditinggalkan oleh pemirsanya. (aam)

141 Comments

141 Comments

  1. Pingback: Google

  2. Pingback: Google

  3. Pingback: Car Wrecker

  4. Pingback: 롤대리

  5. Pingback: dynamic lifts

  6. Pingback: equipment towing

  7. Pingback: Cheap Circular Saw

  8. Pingback: mti magnolia telecom

  9. Pingback: sex toy reviews

  10. Pingback: car wreckers

  11. Pingback: best sex toys ever

  12. Pingback: crotchless panty

  13. Pingback: superiorautoinstitute.com

  14. Pingback: best lubricant gel

  15. Pingback: best anal toy

  16. Pingback: sex restraints

  17. Pingback: bondage cuff

  18. Pingback: copiadoras

  19. Pingback: candles

  20. Pingback: inchiriere apartamente targu jiu

  21. Pingback: Balinese handy craft

  22. Pingback: iPhone screen repair

  23. Pingback: piezas reemplazo Mazda

  24. Pingback: hawaii solar

  25. Pingback: retirement benefits and income tax

  26. Pingback: real ways to earn money online

  27. Pingback: Best Penis Ring

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top