JAKARTA – Ketua Tim Kajian Sistem Ketatanegaraan MPR RI Ja’far Hafsjah menyayangkan dalam debat calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) beberapa waktu lalu tidak menyinggung sama sekali soal konstitusi.
“Sayang debat capres tidak ada tema atau menyinggung soal konstitusi,” kata Ja’far Hafsjah ketika membuka Focus Group Discusission (FGD) bertema Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Perspektif Otonomi Daerah dan Pembangunan Pedesaan, di kantor PBNU yang diselenggarakan Fraksi FKB MPR Rabu (16/7/2014).
Ia berharap capres-cwapres terpilih yang akan diumukan oleh Komisi Pemiliah Umum (KPU) tanggal 22 Juli 2014 mendatang, bisa menjalankan program pembangunan lima tahunnya sesuai dengan amanat konstitusi, UUD NRI 1945.
“Capres-cawapres sudah menyampaikan visi dan misi ke KPU dan dalam debat capres beberapa waktu lalu itu tentu harus sejalan dengan amanat konstitusi, UUD NRI 1945. Hanya saja saya kecewa karena dalam debat capres itu tidak ada materi konstitusi negara,” kata Ja’far Hafsjah.
Padahal lanjut Ja’far, konstitusi itu harus terlebih dahulu dipahami oleh capres-cawapres, karena mereka akan menjadi kepala negara. “Dulu memang ada Garis-Garis Besar Haluan Negara atau GBHN, tapi pasca reformasi ada amandemen yang menginginkan prubahan di mana MPR RI bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, maka GBHN tak digunakan lagi. Tapi, ada Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Menengah (RPJM),” ujarnya.
Karena itu kata Ja’far presiden dipilih langsung oleh rakyat, dan bukan lagi oleh MPR RI, sehingga presiden tidak lagi menjadi mandataris MPR RI, agar terwujud check and balances. “Untuk saling mengontrol, mengawasi, tak ada lagi yang menjadi super power. Untuk itu, tugas MPR RI berubah hanya mengamandemen dan menetapkan UUD 1945, melantik presiden dan wapres terpilih, dan tak lagi menyusun GBHN,” tambah politisi Demokrat itu.
Demikian pula anggota DPR RI yang dipilih langsung oleh rakyat dengan 77 daerah pemilihan (Dapil) yang menghasilkan 560 anggota DPR RI, ditambah dengan anggota DPD RI dari 33 provinsi yang semuanya merupakan anggota MPR RI. “Mereka itulah yang menyusun arah pedoman pembangunan negara melalui UU RPJP 25 tahunan,” katanya.
Ja’far menyontohkan negeri Tiongkok yang sudah menjalankan 12 tahun Repelita-nya. Dengan penduduk 1,35 miliar jiwa, membuka lapangan kerja sampai 9 persen, namun rakyat yang tergolong miskin masih 12 persen atau sekitar 300 juta jiwa.
“Nah, Indonesia kalau mau menjadi negara maju, cerdas, adil, makmur dan sejahtera dengan tingkat kemiskinan yang kecil, maka tetap program pembangunannya tetap harus berpijak pada konstitusi, Pancasila, mengawal NKRI dan Kebhinnekaan,” pungkasnya.
Hadir sebagai pembicara antara Ketua FPG MPR RI Rully Chairul Azwar, dan Abdul Malik Haramain dari FPKB DPR RI serta Kepala Pusat Pengkajian MPR Ma’aruf Cahyono. (chan)