HeadLine

Pejabat Publik Wajib Tes Kejiwaan

 Anggota Komisi IX DPR RI/Anggota Panja RUU Kesehatan Jiwa Wirianingsih bersama  Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes RI Eka Viora dalam diskusi ‘RUU Kesehatan Jiwa’ di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (8/7/2014). Foto dardul

Anggota Komisi IX DPR RI/Anggota Panja RUU Kesehatan Jiwa Wirianingsih bersama Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes RI Eka Viora dalam diskusi ‘RUU Kesehatan Jiwa’ di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (8/7/2014). Foto dardul

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Wirianingsih menegaskan, dengan disahkannya RUU Kesehatan Jiwa menjadi UU dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (8/7/2014),  maka semua pejabat di pemerintahan, dokter dan aparat penegak hukum harus menjalani tes kesehatan jiwa.

“UU ini terdiri dari 91 pasal dan 10 bab. Dibahas secara singkat hanya dua kali masa sidang dan tiga kali konsinyering oleh Komisi IX DPR RI.  Karena UU ini sangat penting, mengingat orang yang mengalami gangguan jiwa makin meningkat atau sebanyak 6 % di seluruh Indonesia,” kata Wirianingsih dalam diskusi ‘RUU Kesehatan Jiwa’ bersama Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes RI Eka Viora di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (8/7/2014).

Menyinggung kriteria gangguan kejiwaan tersebut antara lain terkait gangguan ingatan, tak bisa sosialisasi diri di tengah masyarakat, terganggu kepribadiannya, stres, depresi, tak bisa meningkatkan kualitas hidup dirinya sendiri disebabkan bencana, putus cinta dan lain-lain.

“Dengan disahkannya UU ini , maka pemerintah daerah  wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa sejak dari puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar. Jadi penderita bisa ditangani mulai dari puskesmas oleh dokter umum yang sudah dilatih,” ujarnya.

Mengenai anggaran yang masih kecil kata, Wiwik panggilan akrab politisi PKS itu, maka Kementerian Keuangan harus didorong untuk menambah anggaran tersebut agar pelayanan kesehatan bisa melayani seluruh masyarakat. “Jadi, perlu kerjasama masyarakat, DPR, dan Kemenkeu RI untuk menyosialisasikan UU Kesehatan Jiwa ini agar semua mendapat pelayanan dengan baik,” pungkasnya.

Cegah Pemasungan

Direktur kesehatan Jiwa Kemenkes RI Eka Viora menegaskan, dengan disahkannya RUU Kesehatan Jiwa menjadi UU maka akan menjadi solusi bagi terjadinya pemasungan bagi orang gila selama ini di pelosok tanah air. Apalagi sudah terdapat 57 ribu orang gila (14,3 %) yang dipasung di tengah masyarakat, sedangkan yang mengalami stress ringan sebanyak 16 juta orang.

“UU ini cukup komprehensif dan pemerintah harus cepat bergerak untuk melaksanaannya, karena yang mengalmi gangguan jiwa terus meningkat. Sekaligus sebagai solusi bagi pemasungan di masyarakat akibat keterbatasan akses dan layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah,” tegas Eka Viora.

Menurut Eka, selama ini sudah ada 2005 Puskesmas, tapi tidak semua menyediakan layanan kesehatan jiwa. Sementara Puskesmas yang menjadi rujukan baru ada 33 buah RS di 26 provinsi dan 16 RS milik swasta. Hanya saja dananya baru 2 % dari anggaran Kemenkes yang hanya 5 % dari APBN. Padahal WHO menetapkan 6 %. Yang jelas katanya, setiap orang sakit jiwa itu tidak harus ditangani oleh dokter spesialis jiwa, melainkan bisa ditangani oleh dokter umum di Puskesmas.

Menurut Eka Viora, UU Kesehatan Jiwa ini sebenarnya sudah ada sejak 1966, yaitu UU No.3/1966 tapi cakupannya masih sempit dan terbatas, hanya melindungi gangguan jiwa berat. Pada tahun 1992 UU ini otomatis hilang karena sudah ada UU Kesehatan dan terus mengalami revisi sampai masuk Prolegnas DPR RI periode 2009-2014. (chan/mun)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top