JAKARTA – Menurut Guru Besar Ilmu Politik Univeristas Indonesia Maswadi Rauf menegaskan, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang berani menegakkan hukum secara konsisten, khususnya dalam pemberantasan korupsi, suap, mafia impor yang menghancurkan bangsa ini.
“Kalau nanti yang terpilih capres yang lemah, maka Indonesia akan seperti sekarang ini, karena akan terus berhadapan dengan lemahnya efektifitas dan efisiensi birokrasi. Sebab, presiden itu kunci segala-galanya,” tegas Maswadi Rauf dalam diskusi ‘Mencari Pemimpin Bangsa’ yang diselenggarakan MPR, di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (7/7/2014).
Menurut Maswadi, pemimpin yang paling ditunggu rakyat itu, adalah pemimpin yang mampu menegakkan anti korupsi. Namun untuk menegakkan ini, lawannya sangat kuat. “Karena ada mafia impor, apalagi kebijakan impor dilakukan bukan untuk memenuhi kepentingan rakyat, tapi mengejar fee,” ujarnya.
Masalahnya, lanjut Maswadi, berani atau tidak pemimpin sekarang ini tak memakai orang-orang ini dalam pemerintahan. “Kalau pemimpin yang muncul ternyata tak berani, maka kita akan terbelakang dan kalah dengan negara-negara lain,” tuturnya.
Yang jelas, kata Maswadi lagi, kelemahan pemerintahaan saat ini terletak pada masalah koordinasi dan manajemen. “Para pejabat inikan sering sibuk berdebat dengan kewenangan, lihat saja, urusan soal jalan. Tidak selesai-selesai. Padahal, jalan raya merupakan uratnadi perekonomian dan pembangunan,” pungkasnya.
Sedangkan pengamat politik dari Unhas Makassar Anwar Arifin menilai munculnya pemimpin dari parpol sebagai pilar demokrasi merupakan hal yang wajar. Karenanya parpol yang harus diperbaiki dan diperkuat. “Masalahnya dalam Pilpres ini kalau menghargai satu kepala Rp 100 ribu dan butuh Rp 6 triliun untuk 60 juta suara per kepala. Jadi, tergantung modal,” tambahnya.
Padahal katanya, pemimpin yang dibutuhkan seperti Umar bin Khattab, yang berani, tegas, dan adil sesuai tuntutan zamannya masing-masing. “Karena Indonesia ini sangat besar, dimana setiap kepala ini sebagai warga negara sudah menanggung utang luar negeri sebesar Rp 8 juta,” pungkas Anwar Arifin. (wi1/mun)