JAKARTA – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undangan (RUU) Larangan Minuman Beralkohol ini merupakan inisiatif DPR RI dan sudah disetujui menjadi RUU untuk dibahas dan disahkan menjadi UU.
Berikut pernyataan Dimyati Natakusumah dalam Forum Legislasi dengan tema RUU Laranga Minuman Beralkohol, di Ruang Wartawan DPR RI, Selasa (1/7/2014).
UU ini jangan sampai seperti UU pornografi, begitu dihasilkan tetapi tidak berlaku di Bali. Ini jelas ada kaidah atau norma yang tidak sesuai dengan kearifan lokal. Nah maka larangan minuman beralkohol kalau kita lihat secara pilosofis itu kejadian banyak sekali kriminalitas, kematian, kerusakan dan banyak lagi yang lainnya dikarenakan minuman beralkohol.
Jadi di sini jelas bahwa minuman beralkohol itu merusak otak pikiran, akan merusak syaraf kita, otak kita sehingga prilakunya menjadi tidak sesuai, tidak sehat dan tidak normal itu secara pilosofisnya. Maka banyak sekali kriminalitas yang begitu masif terjadi disana sini.
Kalau kita lihat usaha minuman keras ini sangat menguntungkan, usaha-usaha yang merusak mental, otak, narkoba, miras, minuman beralkohol dan lain sebagainya memang usaha yang menggiurkan dan adanya di tempat hiburan malam, ditempat-tempat daerah yang hitam, daerah yang rawan.
Secara sosiologis masyarakat merasa tidak nyaman, tentram. Pada hal di konstitusi kita sudah jelas bahwa negara ini menjamin terhadap ketenangan, ketentraman masyarakat, tidak nyaman kenapa, misalnya saja kalau mau keluar melihat ada orang mabuk begitu, takut rasanya apalagi bersinggungan dengan kehidupan ini yang harus digaris bawahi dan jangan sampai minuman keras ini berada di tempat publik atau jual minuman keras di dekat tempat ibadah.
Banyak pengalaman saat saya menjadi kepala daerah, operasi untuk minuman keras itu kami membuat peraturan daerah maka ditutup langsung dan langsung disidangkan juga dan dikenakan denda.
Penutupan-penutupan itu dilakukan oleh kami sebagai aparatur di daerah dan begitu saya masuk di DPR saya rasa inilah kesempatan saya untuk membuat UU ini. Sebab yang ada perda-perda saja dan UU nya ga ada maka kita adob beberapa perda menjadi perundang-undangan supaya ada payungnya dan perda mengikuti UU itu sendiri. Itulah secara sosiologisnya bagaimana masyarakat itu supaya tentram sedangkan kondisi yang ada ga tentram dengan adanya hal kayak gitu.
Kita mengharapkan generasi yang akan datang menjadi generasi yang cerdas, pintar dan salah satunya adalah saya yang ga minum, merokok dan sehat, sebab kenapa kalau kita melihat penyakit masyarakat ini karena ada nya minuman ini.
Saya bisa lihat di banyak contoh orang-orang yang bekerja di tempat hiburan malam disana kalau saya pernah berkomunikasi juga dengan mereka bahwa hidupnya penuh dengan penyakit. Mereka tidak akan lama hidup disitu, ga lebih dari 10 tahun mereka sudah drop dan kalau pertama memang sudah sering dapat tip yang besar dan bermacam-macam kejadian di kehidupan malam itu maka begitu selesai pendapatan itu besar tetapi tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang dilakukan.
Bohong saja orang yang kehidupannya di dunia malam bisa kaya, itu bohong. Walaupun awalnya seperti gampang padahal ujungnya pasti sengsara dan susah. Nah inilah kenapa UU ini dilahirkan.
Bagaimana dengan wisatawan, misalnya kejadian di Denpasar dimana ada pesawat yang di bajak oleh orang yang sedang mabuk. Saya pernah dari Rusia, saya melihat ada yang ribut antara laki-laki dan perempuan karena mabuk, akhirnya datang polisi Arab di Emirat waktu itu sehingga kita merasa tidak aman dan tentram. Jangan sampai di kita kejadian ini terjadi dan perlu ada pembatasan-pembatasan itu.
Perkembangan RUU ini sudah di tetapkan di paripurna menjadi usul inisiatif DPR. Tinggal nanti dengan pemerintah karena saya lihat tadi cukainya pun ini sangat besar dan pendapatan devisa juga sangat besar. Nah ini sebanding tidak, ini yang akan kita kaji secara mendalam bagaimana dengan incam dari minuman keras termasuk pajak dan lain sebagainnya.
Ini yang akan kita bahas di masa sidang depan dan saya berharaf selesai sebelum anggota DPR berakhir. (aam)