Polhukam

Presiden Terpilih Harus Berani Rampingkan Kabinet

Dari kiri Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari, Analis Politik LIPI Siti Zuhro dan Ekonom UI Firmanzah   dalam diskusi "Wawasan Kebangsaan" di Gedung MPR, Senin (23/6).  Foto dardul/tk

Dari kiri Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari, Analis Politik LIPI Siti Zuhro dan Ekonom UI Firmanzah dalam diskusi “Wawasan Kebangsaan” di Gedung MPR, Senin (23/6). Foto dardul/tk

JAKARTA – Pemgamat politik dari LIPI Siti Zuhro mendesak presiden yang terpilih pada Pilpres 9 Juli 2014 mendatang harus berani membentuk kabinet yang ramping. Kementerian tertentu yang sudah ditangani kementerian lain digabungkan saja, seperti Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dikembalikan ke Kemendagri.

“ Kementerian PDT itu sebaikmya dikembalikan ke Kekemdagri. Apalagi PDT tidak mempunyai struktur di daerah,” kata Siti Zuhro dalam diskusi ‘Kabinet Pasca Pilpres 2014’ bersama Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari, dan staf khusus Presiden RI Firmanzah, di Gedung MPR RI, Senin (23/6).

Menurut Siti Zuhro, kemiskinan di daerah tak bisa ‘diobati’ selama birokrasi rumit seperti sekarang ini. Karena itu, selain membenahi birokrasi dan kementerian yang gemuk dengan pembentukan kabinet yang ramping agar pemerintah pusat fokus untuk membenahi otonomi daerah. “Kalau terbukti kebinetnya gemuk, berarti hanya mengakomodir koalisi dan tak menjawab tantangan untuk mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Dikata Siti, jika ada menteri yang ‘mbalelo’ tidak loyal, maka harus dibuat kontrak politik, MoU, dan aturan lainnya yang mendukung pembangunan pemerintah. “Tapi, sayang, memang tak ada partai yang menjadi contoh. Ketuanya nyaleg terus, tumbuh oligarki, dan dinasti politik. Itu tak boleh terjadi, karena demokrasi itu dinamis,” pungkasnya.

Hajriyanto Y Thohari menegaskan, pembentukan kabinet sepenuhnya hak prerogatif presiden. “Mau mengambil dari internal partai maupun dari luar partai itu menjadi wewenang penuh presiden. Itulah yang disebut sebagai hak prerogatif preside,” kata Hajriyanto.

Tentu dalam mengangkat anggota kabinet, kata Presiden harus memperhatikan kemampuan, kompetensi calon menteri, karena banyak menteri yang ternyata tidak memahami tugasnya. Kalau tidak sesuai kemampauannya, maka bisa mengancam program pembangunan yang akan dijalankan presiden.

“Meski dari partai tapi  yang penting menguasai bidang tertentu sesuai tugasnya, maka parpol harus terbuka kepada kadernya di struktur maupun non struktural. Kader yang diajukan menjadi menteri itu berkompeten di bidangmya. Langkah ini penting sekaligus untuk membantah anggapan bahwa para politisi itu tidak profesional,” pungkasnya.

Presiden kata hajri, tidak usah takut dilengserkan atau impeachment selagi dalam menjalankan tugasnya mengikuti UU dan aturan yang sudah ada. “Jadi, presiden itu tak bisa dijatuhkan kecuali melanggar hukum, korupsi, berbuat tercela, berkhianat pada NKRI, tak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Seperti terganggu kesehatannya, sehingga tak lagi mampu menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai presiden,” ujarnya.

Kemampuan Presiden

Firmanzah mengingatkan, tantangan presiden terpilih pada Pilpres 9 Juli 2014 mendatang akan makin kompleks, bukan saja masalah di dalam negeri, tapi juga luar negeri atau global. Karena itu, siapapun yang terpilih harus hati-hati dalam membuat program 100 hari kerja, khususnya terkait dengan keuangan negara (APBN) yang tak saja untuk 2014 tapi juga APBN 2015.

“Dalam forum internasional, seorang presiden tidak didampingi oleh seorang pun, sehingga dirinya harus mampu berbicara dan menjelaskan berbagai persoalan menyangkut kepentingan kawasan. Di mana pimpinan negara berbeda pendapat sesuai kepentingan masing-masing. Pada tahun 2015 Amerika Serikat juga akan mengurangi capital out flow-uang keluar, maka presiden terpilih harus mampu mengantisipasi ini,” ujarnya.

Selain itu di dalam negeri menurut Firmanzah, presiden harus terus berusaha mengurangi BBM bersubsidi, kalau tidak maka keuangan negara (APBN) bisa terancam. Karena itu kata pengajar ekonomi UI ini, presiden terpilih harus membentuk kabinet yang profesional, yang bisa mewujudkan janji-janji politiknya selama debat capres. Sebab, merealisasikan visi misi ke dalam program pembangunan tersebut tidak semudah berkampanye. “Presiden harus bentuk kabinet kerja-keras, time work, dan lebih persuasif,” pungkasnya. (chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top