JAKARTA – Keterlibatan para purnawirawan jenderal dalam pemilu presiden (Pilpres) 2014 bukanlah pertarungan antarjenderal merah dan hijau, tetapi “menjual pengaruh.
“Mereka masuknya sebagai timses capres sebagai upaya menjual pengaruh terhadap lingkungannya dan sekaligus menyalurkan aspirasi politiknya,” kata pengamat politik dari LIPI Indria Samego dalam diskusi “Perang Antar-Jenderal Prabowo& Jokowi”, di Gedung DPD RI, Jumat (20/6/2014).
Menurut Indria, pada tataran individual dan lingkungan sosial, para purnawirawan itu meski sudah pensiun tapi memiliki jaringan sosial di masyarakat.
“Karena ada Pilpres, maka para mantan jenderal itu memiliki citra rasa politik. Sehingga ada semacam kebangkitan untuk mengungkap pelanggaran HAM. kalau Prabowo bukan capres, semua tidak ada yang akan memperhatikan pelanggaran HAM,” kata Indria.
Diakui Indria, di lingkungan para purnawirawan itu ada semacam faksi-faki. Tentu saja hal ini sikap yang wajar. Karena akibat setiap warga negara, termasuk purnawirawan memiliki kemerdekaan dalam mengartikuliasikan politik.
“Masing-masing memiliki cara untuk mendeligitimasi, nah sekarang seolah-olah persoalan ini (pelanggaran HAM), direkonstruksi lagi karena menghadapi pilpres,” paparnya.
Pengamat militer Salim Said mengatakan, untuk menghindari munculnya kampanye hitam dalam Pilpres, maka perlu merevisi UU tentang TNI yang mengatur seorang purnawirawan TNI aktif dalam politik praktis.
“Di negara manapun, militer masuk politik itu atas panggilan untuk mengabdi kepada negara, dan bukan kekuasaan semata. Persoalannya seberapa jauh dan bagaimana keterlibatan itu, maka perlu aturan yang jelas dan bisa menghindari kampanye hitam. Jadi, tidak terkesan ada rivalitas-persaingan angkatan,” tegas Salim Said.
Munculnya kampanye hitam itu dinilai Salim Said, sebagai ketidakcanggihan dalam komunikasi politik, dan itu mencerminkan rendahnya peradaban bangsa ini. “Kampanye hitam yang terjadi sekarang ini mencerminkan rendahnya peradaban bangsa ini,” pungkasnya.
Sementara itu, anggota DPD RI, Erma Suryani Ranik, menegaskan masyarakat tidak heboh dengan berbagai pertemuan antara Prabowo dan Jokowi. “Bagi masyarakat daerah tidak penting para mantan jenderal itu mau kemana dan mendukung siapa,” terangnya.
Namun Erma setuju luka lama yang ada ditubuh militer untuk dibuka ke publik. “Saya mendukung dua kubu capres untuk saling buka-bukaan. Apa yang sebarnya terjadi dan bolong-bolong,” ucapnya. (chan)