JAKARTA – Timses Prabowo – Hatta, Farouk Muhammad mengatakan, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, demokratis dan tegaknya kepastian hukum, Prabowo – Hatta akan memulainya dengan melakukan reformasi birokrasi yang diikuti reformasi politik.
“Reformasi birokrasi selama ini sudah berjalan, hanya belum mendapat dukungan politik. Karena itu dibutuhkan kepemimpinan yang kuat yang pernah menjadi panglima pleton. Jadi bukan hanya di atas kertas, kalau tidak hanya omong kosong,” kata Faruk dalam dialog kenagaraan ‘Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih – Debat Antarcapres”, di DPD RI, Rabu (11/6/2014)
Menurut Farouk, reformasi birokrasi harus sejalan dengan reformasi politik termasuk politik anggaran untuk partai harus ditingkatkan, agar demokrasi ini tidak hanya prosedural, melainkan juga substansial. Tapi, semua itu tetap kembali pada kepemimpinan. “Di China karena pemimpinnya kuat, sehingga mendorong terwujudnya kepastian hukum yang dijamin kepala negara dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa ini,” tambahnya.
Sedangkan Timses Jokowi – JK, Izzul Muslimin mengatakan, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih itu harus dimulai dengan proses rekrutmen pegawai. Tanpa rekrutmen yang baik, transparan dan akuntabel, maka birokrasi akan menjadi kerumunan ‘serigala’ yang akan dijadikan kepentingan politik dan sumber korupsi, dan presiden terpilih tak akan mampu berbuat apa-apa.
“Pola rekrutmen birokrasi harus diperbaiki dan ini langkah penting bagi Jokowi – JK jika terpilih menjadi presiden. Sebab, kalau birokrasi dikerumuni ‘serigala’, maka siapapun yang terpilih sebagai presiden tak akan mampu berbuat apa-apa,” kata Izzul Muslimin.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng, reformasi birokrasi itu membutuhkan figur yang punya visi besar dan pemimpin yang bisa mengawal reformasi itu.
Reformasi birokrasi tersebut kata Robert bisa dilihat dari susunan jumlah kabinet yang ditentukan oleh capres terpilih. “Apakah kabinetnya banyak mengakomodasi partai? Kalau banyak orang partai berarti sulit melakukan reformasi birokrasi. Padahal, tugas presiden itu lebih pada membuat kebijakan dan monitoring,” kata Robert.
Sedangkan menurut Azhar Kasim (guru besar administrasi pemerintahan FISIF UI), negara yang sudah dalam lingkaran setan ini membutuhkan pemimpin yang kuat, sebab akan menghadapi banyak masalah yang sulit, aturan dan UU yang tumpang-tindih dan berbenturan satu sama lain. “Ke depan siapapun yang terpilih harus melakukan harmonisasi aturan dan UU khususnya yang berpeluang terjadinya korupsi,” ungkapnya.
Selain itu lanjut Azhar Kasim, perencanaan program itu harus terus dievaluasi dalam pelaksanaan maupun hasilnya, mengingat hakikat perubahan itu dimulai dari peningkatan sumber daya manusia (SDM), karena reformasi birokrasi tak berarti apa-apa tanpa SDM yang berkualitas, dan itu tergantung sistem yang akan dibangun. “Jadi, program, pelaksanaan dan evaluasi itu harus seimbang,” kata Azhar. (chan/mun)