JAKARTA – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil mengungkapkan, dalam laporan realisasi anggaran pemerintah tahun 2013, pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.438,89 triliun atau 95,80% dari anggaran tahun 2013 atau 107,53% dari realisasi tahun 2012. Realisasi belanja negara dan transfer sebesar Rp 1.650,56% atau 95,62% dari anggaran tahun 2013 atau 110,67% dari realisasi tahun 2012. Sementara realisasi defisit sebesar Rp211,67% atau 138,08% dari defisit 2012.
“Dalam neraca per 31 Desember 2013, pemerintah menyajikan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 66,56 triliun, aset sebesar Rp 3.567,59 triliun dan kewajiban sebesar Rp 2.652,10 triliun terutama berupa utang jangka panjang dalam dan luar negeri sebesar Rp 1.890,75 triliun,” ujar Rizal Djalil saat menyampaikan hasil pemeriksaan PBK atas laporan pemerintah pusat tahun 2013, dalam sidang paripurna DPR RI, Selasa (10/06/2014).
Disamping yang menjadi pengecualian kewajaran LKPP tahun 2013 tersebut, BPK juga menemukan permasalahan signifikan lain terkait kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kelemahan pengendalian intern antara lain, terhadap ketidak jelasan basis regulasi terkait metode perhitungan withholding tax atas empat wajib pajak kontraktor kontrak karya pertambangan yang mengakibatkan ketidakpastian potensi penerimaan Negara. Termasuk penerimaan hibah langsung pada 19 K/L sebesar Rp 2,69 triliun belum dilaporkan. “ Selain itu pengendalian atas pengelolaan belanja subsidi non energy kurang memadai,” ujarnya.
Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan itu, kata Rizal Djalil, antara lain penetapan dan penagihan pajak tidak sesuai ketentuan mengakibatkan piutang pajak kadaluarsa sebesar Rp 800,88 miliar. PNBP pada 30 K/L sebesar Rp 384,97 miliar dan USD 1.00 juta terlambat/belum disetor, kurang/tidak dipungut, berindikasi setoran fiktif dan digunakan langsung diluar mekanisme APBN.
“Termasuk temuan adanya alokasi laba BUMN untuk dana program kemintraan dan bina lingkungan yang dikelola secara ekstrakomptabel, sehingga mengurangi hak negara atas kekayaan BUMN minimal sebesar Rp 9,13 triliun,” ujarnya.(wal)