Polhukam

TB Hasanuddin Tidak Ragukan Netralitas TNI di dalam Pilpres

tb hasanuddinJAKARTA – Dewan Kehormatan TNI diminta segera mengambil sikap untuk menyelidiki dan memastikan terhadap masalah netralitas anggota TNI dalam pelaksaan Pilres 9 Juli mendatang sebagaimana dikeluhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ini penting dilakukan, untuk memastikan ada tidaknya pelanggaran etik yang dilakukan prajurit TNI dalam Pemilu,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan Tubagus Hasanuddin di kompleks Parlemen Senayan Jakarta Selasa (03/06/2014).

Seorang anggota TNI yang melakukan kegiatan terindikasi tidak netral, tegas Hasanuddin, maka telah melanggar kode etik dan disiplin prajurit. Dan setiap orang yang melanggar UU, itu mesti diberi sangsi.

Karena itu kata Hasanuddin, sindiran Presiden itu, harus segera ditindaklanjuti oleh Dewan Kehormatan TNI dengan melakukan penyelidikan dan pemberian sangsi kalau ada yang terbukti bersalah.

Menurut Hasanuddin, untuk menjaga dan memagari agar tidak terjadi pelanggaran disiplin prajurit dan tidak terlibat politik praktis maka seluruh atasan prajurit dalam hal ini komandannya harus melakukan pengawasan yang ketat serta mengambil tindakan tegas jika ditemukan indikasi melanggar ketentuan UU yang berlaku.

“ Karena itu mesti ada peran dari para komandanya, komandan bataylon , komandan brigade sampai dengan Panglima Korem, panglima Kodam sampai Panglima TNI, untuk mengawasinya. Dan yang penting, kalau ada perintah tegas, bahwa siapa saja yang tidak netral, harus ada sangsi, misalnya dipecat,” tegasnya.

Kata Hasanuddin, dalam realitas dilapangan pembicaraan ditingkat prajurit soal perkembangan politik tanah air dan pelaksaan Pemilu sebuah hal yang tidak tabu.

“Sejauh itu, hanya sebatas ‘obrolan’ semata yang tidak mengarah pada keperpihakan. Yang jadi masalah,  jika itu dilakukan ditingkat Perwira tinggi, seperti Kepala staf dan Panglima TNI. Kemudian disertai ‘himbauan’ tertentu yang mengarah pada masalah politik. Itu yang tidak boleh dilakukan,” kata Hasanuddin.

“ Kalau itu di ucapkan di bawah , saya kira itu hal yang lumrah. Tetapi kalau itu misalnya di ucapkan oleh tataran prajurit tingkat tinggi, seperti  Panglima TNI, kepala staf , saya kira itu akan menjadi sesuatu hal yang dapat di ikuti oleh para prajuritnya,” ulas Hasanuddin.

Sehingga kesimpulannya, kata Hasanuddin, ungkapan yang disampaikan Presiden SBY itu merupakan sentilan pada sebagian orang. Walaupun sesungguhnya hal itu, harusnya dilakukan jauh-jauh  hari.
Presiden sebagai Panglima Tertinggi, mempunyai kewajiban untuk menjelaskan kepada bawahannya para prajurit TNI dengan acuan UU TNI no 34 tahun 2004.

“ Soal netralitas TNI, menurut saya , saat ini sudah jauh lebih baik, dari pada tahun 2009. Situasinya saat ini sudah cukup kondusif . Dan yang kurang netral itu kan pada tataran pernyataan-pernyataan para pejabat TNI,” tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, SBY meminta TNI-Polri tetap memegang teguh instruksinya agar bersikap netral. Hal ini disampaikan Presiden saat mengumpulkan jajaran TNI-Polri untuk pembekalan jelang Pilpres di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (2/6/2014).

“Informasi yang telah dikonfirmasikan mengatakan, ada pihak yang menarik perwira tinggi untuk berpihak pada yang didukungnya. Bahkan ditambahkan, tidak perlu mendengar presiden kalian (SBY), itu kapal karam, mau tenggelam, berhenti, mau selesai deh. Lebih baik cari kapal yang mau berlayar dan matahari terbit,” ujarnya.

“Sepertinya itu adalah ajakan semata, tetapi sebenarnya mengajari perwira untuk menabrak satya marga dan sumpah prajurit,” ungkap SBY dengan nada cukup tinggi.

Presiden menyesalkan pihak yang melakukan cara seperti itu. Menurutnya, prajurit TNI-Polri sudah disumpah sejak awal. Oleh karena itu jangan sampai ada pihak melakukan aksi demikian untuk melunturkan netralitas TNI-Polri.

Presiden meminta tidak ada perwira yang tergoda dengan ajakan tersebut. SBY tidak rela TNI-Polri diciderai dengan ajakan-ajakan demikian.
Menurutnya, tidak mudah mereformasi TNI-Polri sejak dulu. Oleh karena itu, tindakan tersebut tidak dapat ditolerir.
“Para tamtama kita setiap pagi mengucapkan sumpah prajurit, oleh karena itu berhati-hatilah, jangan tergoda. Saya yakin tujuannya tidak baik bagi perwira, lembaga TNI- Polri dan bagi negara,” kata presiden.(wal)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top