Legislasi

UU Koperasi Bertentangan dengan UUD 1945

hamdan zoelvaJAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menilai seluruh isi Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (UU Koperasi) bertentangan dengan UUD 1945.

Hal tersebut disampaikan Ketua MK Hamdan Zoelva saat memimpin sidang pengucapan putusan uji materi UU Perkoperasian dengan Perkara No. 28/PUU-XI/2013, Rabu (28/5/2014).

“Amar putusan, mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, dan Pemohon VIII,” ujar Hamdan Zoelva. Pemohon III adalah Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pemohon V adalah Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur, Pemohon adalah VI adalah  Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Pemohon VII adalah Agung Haryono (Anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia Universitas Negeri Malang) dan Pemohon VIII adalah Mulyono, pensiun pegawai Telkom di Bojonegoro.

Menurut Mahkamah, membatasi jenis kegiatan usaha koperasi hanya empat jenis telah memasung kreativitas koperasi untuk menentukan sendiri jenis kegiatan usaha. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan ekonomi, berkembang pula jenis kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Ketentuan tersebut tidak sesuai dengan aspek empirik dari kegiatan usaha koperasi yang telah berjalan. Artinya, dengan ketentuan tersebut koperasi harus menutup kegiatan usaha yang lain dan harus memilih satu jenis saja kegiatan usahanya.

Mahkamah melanjutkan, banyak koperasi serba usaha (multi purpose cooperative) justru berhasil. Apalagi untuk koperasi berskala kecil, tidak mungkin mendirikan koperasi hanya dengan satu jenis usaha tertentu, melainkan harus merupakan koperasi serba usaha, baik karena keterbatasan modal, pengurus, anggota, dan jaringan. Oleh karena itu, jika pembatasan jenis usaha koperasi diberlakukan, hal ini dapat mengancam fleksibilitas usaha dan pengembangan usaha koperasi.

Menurut Mahkamah, membatasi jenis usaha koperasi dengan menentukan satu jenis usaha koperasi (single purpose cooperative) bertentangan dengan hakikat koperasi sebagai suatu organisasi kolektif dengan tujuan memenuhi keperluan hidup untuk mencapai kesejahteraan anggota. Koperasi sebagai usaha bersama, seharusnya diberi keleluasaan berusaha tanpa membatasi satu jenis tertentu. Hal tersebut bukanlah berarti tidak boleh mendirikan suatu koperasi dengan satu jenis usaha tertentu, melainkan sangat tergantung pada kehendak para anggota sesuai kebutuhan yang dihadapinya.

Hal ini pun berlaku pada Perseroan Terbatas (PT), yang dalam UU PT tidak membatasi jenis usaha setiap satu PT harus satu jenis usaha. Lagipula, salah satu fungsi koperasi adalah merasionalisasi ekonomi dengan memendekkan jalur perekonomian sehingga dapat mensejahterakan anggotanya. Fungsi ini tidak akan dapat tercapai jika ada pembatasan jenis usaha. Dengan demikian dalil para Pemohon beralasan menurut hukum.

Selain itu, menurut Mahkamah, filosofi UU Koperasi ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Di sisi lain koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan PT, sehingga hal demikian telah menjadikan koperasi kehilangan ruh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong.

Sementara itu, salah seorang Pemohon bernama Wigati Ningsih, menyatakan kegembiraannya dengan putusan MK terhadap uji materi UU Perkoperasian tersebut.

“Ada beberapa permasalahan dari UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Bahwa koperasi itu disamakan dengan PT. Termasuk juga permodalan, penyertaan permodalan dari luar. Dengan adanya permodalan dari luar, tidak lagi keuntungan koperasi jadi milik semua anggota, tetapi menjadi milik pemodal,” jelas Wigati. (chan/mk)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top