HeadLine

Ada Apa di Balik Penutupan Pabrik Rokok Kretek Sampoerna?

SKT Sampoerna

 

Jakarta – Penutupan dua pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Lumajang dan Jember oleh PT HM Sampoerna (HMS) menuai kecurigaan dari pengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mencurigai adanya agenda tersembunyi di balik penutupan pabrik tersebut.

Menurutnya, HMS merupakan perusahaan multinasional yang selalu cukup data untuk memprediksi masa depan bisnisnya, dan lagi mereka bukanlah perusahaan yang mudah goyang oleh isu-isu layaknya perusahaan keuangan. Makanya, menjadi ganjil jika HMS memutuskan unit usahanya itu ditutup.

“Ironis sekali. Padahal disebutkan dalam laporan tahunan HMS yang menyatakan kinerja mereka sangat meyakinkan, bahkan portofolio SKT kami mempertahan posisi teratas di segmen SKT,” ujar Karding di Jakarta, Rabu (28/5).

Dengan adanya kasus HMS, Karding khawatir rokok kretek di Indonesia akan segera punah. Kekhawatiran itu berdasarkan adanya 3 fakta. Pertama, kata Karding, kebijakan soal pemilikan saham perusahaan kretek Indonesia oleh perusahaan multinasional asing yang sangat terbuka dan tak terbatas.

“Fakta kedua, bahwa saat ini terdapat tiga perusahaan multinasional asing memiliki pabrik rokok kretek Indonesia, yakni Phillips Morris (produsen Marlboro) terhadap HMS, British American Tobacco (BAT) terhadap Bentoel, dan KT&G Korsel terhadap Trisakti Purwosari,” tegasnya.

Fakta ketiga, sambung politisi yang juga Wakil Ketua Baleg, regulasi tentang pengendalian rokok di Indonesia mengarah pada standardisasi ingridient, seperti diatur dalam Pasal 12 PP 109/2012 tentang larangan menggunakan bahan tambahan pada rokok.

“Padahal kita tahu bahwa kretek adalah rokok yang penuh dengan bahan tambahan perisa (rempah-rempah alam). Standardisasi racikan hanya akan menggiring rokok di Indonesia menjadi rokok putih,” seru Wakil Ketua Panja RUU Pertembakauan.

Atas tiga fakta di atas, PKB mendesak pemerintah untuk membuat peraturan yang tepat guna melindungi keberlangsungan industri nasional kretek.

Penutupan dua pabrik tersebut memiliki dampak besar bagi masyarakat, karena sekitar 4.900 karyawan akan kehilangan pekerjaan. Imbasnya, pergerakan ekonomi masyarakat disekitar pabrik juga akan tertekan.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT HM Sampoerna Paul Norman Janelle sempat menyatakan tidak akan ada penutupan pabrik meski terjadi penurunan penjualan rokok jenis SKT.

Tren penurunan segmen SKT industri secara keseluruhan diketahui terjadi sejak 2013 dan berlanjut hingga kuartal pertama tahun 2014. Pada tahun 2013, pangsa pasar SKT Sampoerna di Indonesia turun sebesar 2,9 poin menjadi 8,3 persen dari sebelumnya 11,2 persen di tahun 2012. Sementara sepanjang triwulan I tahun 2014 penjualan SKT mengalami penurunan sebesar 21,72 persen.(fk)

12 Comments

12 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top