JAKARTA – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis setuju dengan gagasan revolusi mental yang dilontor bakal calon presiden Jokowi Widodo (Jokowi). Namun dia mempertanyakan mental seperti apa yang akan direvolusi oleh Jokowi.
” Mental seperti apa yang mau direvolusi, apakah Jokowi ingin revolusi mental birokrat yang suka cari fee, mark up proyek, memperlambat semua urusan dan lebih tunduk perusahaan asing secara radikal,” kata Margarito mempertanyakan dalam diskusi bertajuk ‘Revolusi Mental Ala Jokowi untuk Rakyat Atau Pejabat’ di Jakarta, Kamis (15/5/2014).
Kalau revolusi mental yang dilakukan Jokowi terhadap birokrat seperti itu, Margarito sangat setuju dengan gagasan tersebut. “Jadi perlu ada penjelasan yang konkrit dari pak Jokowi, mental seperti apa yang ingin direvolusi, apakah secara struktural atau penyelenggaraan pemerintah,” kata Margarito.
Margarito menyangsikan gagasan tersebut hanya sekedar wacana dan retorika belaka untuk menarik simpati public.”Tapi kalau dia betul-betul tidak sekedar retorika maka perlu Jokowi berterus terang membeberkan arah revolusi mentalnya,” tutur Margarito.
Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro Menurut Siti Zuhro yang juga jadi pembicara dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa konsep revolsui mental yang ditawarkan Jokowi bukanlah hal baru dalam kehidupan berbangsa.
Namun dia menilai gagasan yang disampaikan Jokowi tersebut perlu dikawal melalui satu kesepakatan antara masyarakat sipil dengan calon pemimpin tersebut. “Saya kira diperlukan kesepakatn antara civil society yang harus ditandatangani bersama para calon pemimpin termasuk Jokowi,” ujarnya.
Dia menegaskan, kesepakatan untuk melakukan revolusi mental itu sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengawal komitmen itu agar tidak menjadi sekedar slogan belaka. Menurutnya, tanpa revolusi mental, pembangunan ekonomi dan sosial menjadi tidak ada artinya.
Untuk menjalankan konsep revolusi mental tersebut kata Siti Zohro, juga sangat ditentukan cawal wakil presiden (cawapres) yang akan dipasangkan dengan Jokowi dan anggota kabinatnya jika Jokowi terpilih dalam Pilpres 9 Juli mendatang. “Kalau cawapresnya bermasalah bagaimana menjalankan gagasan itu?,” tanya Siti Zuhro.
Psikologi poltik UI Hamdi Muluk mengharapkan ide revolusi mental yang dicetuskan Jokowi tidak sebatas slogan. “Setiap perubahan yang besar, pasti ada resistensi tinggi. Itu alamiah. Tapi, seorang pemimpin tak pernah menyerah. Revolusi mental harus jadi gerakan sosial agar bisa terwujud,” kata Hamdi Muluk.
Dia menjelaskan dalam literatur psikologi, perubahan mindset atau moral merupakan modal utama dalam kemajuan suatu bangsa. Untuk mencapai maksud itu maka gerakan tersebut harus dikonkritkan. “Tak ada yang aneh. Sesuatu yang tak terlalu baru. Tapi, Jokowi mengingatkan kita lagi dan harus dilakukan bersama-sama,” katanya. (chan)