HeadLine

Ketua Bawaslu: Sistem Pemilu Dorong Kolaborasi Jahat

Ketua Bawaslu Muhammad bersama Poppy Dharsono (Senator asal Jawa Tengah), Chusnul Mar'iyah (mantan anggota KPU Pusat dan dosen Ilmu Politik FISIP UI), Ade Irawan (Koordinator Indonesia Corruption Watch /ICW) dan  Alirman Sori (senator asal Sumbar) dalam dialog "Potensi Sengketa Pemilu 9 April 2014" di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (14/5/2014).

Ketua Bawaslu Muhammad bersama Poppy Dharsono (Senator asal Jawa Tengah), Chusnul Mar’iyah (mantan anggota KPU Pusat dan dosen Ilmu Politik FISIP UI), Ade Irawan (Koordinator Indonesia Corruption Watch /ICW) dan Alirman Sori (senator asal Sumbar)
dalam dialog “Potensi Sengketa Pemilu 9 April 2014” di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (14/5/2014).

JAKARTA, Ketua Bawaslu Muhammad mengakui, sistem  yang diatur dengan  UU Pemilu Nomor 8 tahun 2012 membuka peluang untuk melakukan kolaborasi jahat dalam pemilu.

“Kejahatan dan kecurangan Pemilu 2014 ini tidak terlepas dari sistem pemilu itu sendiri. Anehnya sistem itu sudah diperkuat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan suara terbanyak,” kata Muhammad dalam dialog “Potensi Sengketa Pemilu 9 April 2014” di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (14/5/2014).

Pembicara lain dalam diskusi tersebut Poppy Dharsono (Senator asal Jawa Tengah), Chusnul Mar’iyah (mantan anggota KPU Pusat dan dosen Ilmu Politik FISIP UI), Ade Irawan (Koordinator Indonesia Corruption Watch /ICW) dan  Alirman Sori (senator asal Sumbar)

Terjadinya jual-beli suara antara penyelenggara dengan caleg atau pemilih dengan caleg, kata Muhammad, karena ada orderan atau pesanan. Modusnya pun banyak, seperti terjadi pada 13 KPPK Kabupaten Pasuruan, yang menjual suara ke Caleg DPRD I Jawa Timur (Gerindra).

“KPU pun mengakui jika telah terjadi mismanagement termasuk banyak tertukarnya Susu (surat suara) di hampir semua provinsi. Caleg pun panik formulir C1 plano, dan yang masuk ke KPU (scan) itu kurang dari 50 persen dan validitasnya diragukan karena banyak yang ditipeks, coret-coretan,” katanya.

Karena itu lanjut Muhammad, Bawaslu juga menyayangkan ditolaknya saksi di setiap TPS, KPPS dan KPPK, sehingga tidak mungkin seorang saksi bisa bekerja siang-malam sampai tiga hari sendirian. “Seorang saksi tak mungkin bisa bersaksi untuk 1 TPS di setiap kelurahan/desa yang jumlah TPS-nya ada mencapai 100 TPS. Untuk itu ke depan, saksi itu harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh,” tambahnya.

Sejauh itu kata Muhammad, Bawaslu sudah obral rekomendasi untuk kelancaran pemilu yang amburadul tersebut. Sebab kalau tidak, kecurangan dan penggelembungan suara akan makin brutal dan terang-terangan.
“Kewenangan Bawaslu juga terbatas, karena tidak bisa menangkap pelanggar pemilu termasuk politik uang, sehingga menyerahkan pada kepolisian dan dibatasi waktu hanya 21 hari, dan setelah itu tidak berlaku lagi,” pungkasnya. (chan/mun)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top