JAKARTA—Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna mengatakan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono bermain politik dua kaki untuk mengamankan diri dan keluarganya dalam pilpres. SBY menurutnya akan mendukung Prabowo Subinato, tapi juga akan mendukung Joko Widodo.
“SBY akan bermain dua kaki. Dia akan ke Prabowo dan juga ke Jokowi. Dia akan menggunakan partai-partai anggota koalisi yang selama ini loyal kepadanya untuk menyebar di dua kubu tersebut. Dia menggunakan PAN dan PPP ke Prabowo dan menggunakan PKB untuk mendekat ke Jokowi. Dia tidak akan mau hanya terlihat berpihak pada satu capres,” ujar Budyatna ketika dihubungi wartawan, Senin (12/5).
Kritik SBY mengenai isu nasionalisasi perusahaan asing yang digaungkan oleh Prabowo, dan pernyataan bahwa dia tidak akan mendukung calon presiden yang memiliki ide seperti itu, menjadi mentah ketika Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa ternyata merapat ke Prabowo untuk menjadi cawapres. Partai “loyalis “ SBY ini menurutnya tidak akan melangkah tanpa restu SBY.
“Rasanya aneh Hatta ke Prabowo tanpa mendapatkan restu dari SBY. Begitu juga dengan PPP yang ikut merapat ke Prabowo dan PKB ke Jokowi,” tambahnya.
Sikap SBY yang seperti ini menurutnya sangat strategis karena dengan masalah yang harus dihadapi dirinya dan keluarganya, SBY perlu menempatkan para loyalisnya di masing-masing partai. Akan sangat riskan kalau SBY hanya bermain satu kaki saja dengan mendukung satu calon presiden saja atau mengusung calon presiden sendiri. “SBY sudah 10 tahun jadi presiden. Indikator kemenangan SBY tidak bisa dilihat dari capres yang diusungnya, tapi lebih pada posisi dirinya yang aman,” tambahnya.
Oleh karena itu dirinya mengaku prihatin dengan para peseta konvensi yang telah bekerja keras untuk meningkatkan suara Partai Demokrat, namun pada akhirnya tidak akan diusung oleh SBY. Tanpa peran peserta konvensi, dirinya yakin suara Partai Demokrat hanya tidak akan lebih dari 5 persen saja karena para peserta konvensi dikenal oleh masyarakat sebagai sosok yang bersih, tidak bermasalah dan cerdas. Partai Demokrat pun menurutnya dikorbankan hanya untuk kepentingan keluarga.
“Kalau SBY mau menjadikan salah satu peserta konvensi misalnya untuk bergabung dengan Partai Gerindra, maka saya yakin Prabowo akan menerimanya untuk menjadi cawapres. Tapi itu tidak dilakukan, SBY malah seperti mengulur-ulur waktu untuk memberikan peluang kepada Hatta untuk merapat ke Prabowo. Ini kan sama seperti menyerahkan kursi cawapres Prabowo kepada besannya sendiri. Siapa yang bisa dipercaya untuk melindungi keluarganya kalau tidak besan?. PKB pun saya yakin akan membela kepentingan SBY kalau masuk ke gerbong Jokowi,” tegasnya.
Para peserta konvensi menurutnya tidak akan berbeda jauh nasibnya seperti Rhoma Irama dan Mahfud MD yang “dikerjain” oleh Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. “Coba saya tanya jujur, apa bedanya Rhoma Irama dan Mahfud MD dibandingkan dengan 11 peserta konvensi? Sama-sama dikerjain. Setelah berhasil dimanfaatkan, mereka semua ditinggalkan oleh bapaknya masing-masing dan meninggalkan anak-anaknya untuk asik-asikan dengan istri barunya,” ujar Guru Besar Politik UI ini lagi.
Langkah SBY yang mengulur waktu menurutnya, sangat jelas terlihat karena SBY tidak pernah melakukan pendekatan langsung kepada partai-partai itu. Masyarakat juga tidak pernah melihat atau mendengar SBY melakukan rapat dengan jajaran petinggi partai untuk memutuskan langkah kedepan seperti layaknya sebuah partai. “Coba bayangkan semua partai sudah ribut rapat sana sini, SBY dan PD tidak pernah terlihat atau terdengar menggelar rapat untuk memutuskan langkah. Kalau rapat dengan Sekjen mungkin sering, tapi rapat keluarga itu namanya,” ujar Budyatna sambil tertawa. (cr1)