HeadLine

Pansus RUU Panas Bumi Giat Lakukan Kunker, Apa Urgensinya?

nazaruddin kiemasJAKARTA – Panitia Khusus (pansus) RUU Panas Bumi DPR RI baru saja menyelesaikan kunjungan kerja (kunker) ke Selandia Baru, di sela masa reses. Tak ingin dianggap hanya jalan-jalan menghabiskan APBN, pansus yang terdiri dari anggota Komisi IV, V, VI, dan VII memaparkan maksud dan tujuan kegiatan itu.

“Potensi panas bumi di Indonesia sangatlah besar, sayangnya itu belum disa dikembangkan secara maksimal. Padahal kita perlu mempunyai sumber energi baru dan terbarukan sebagai alternatif,” buka Wakil Ketua Pansus Panas Bumi Nazaruddin Kiemas, Rabu (7/5/2014), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi panas bumi Indonesia ada sebanyak 299 lokasi dengan total potensi sebesar 28,617 MW atau 40 persen dari potensi panas bumi dunia. Ironisnya, pengembangannya baru mencapai 1,341 MW atau sekitar 4,6 persen.

“Pengembangan energi baru terbarukan bisa dibilang jalan di tempat. Setelah mendengar usulan pemerintah, kami sebagai legislator sepakat untuk bersama-sama melakukan revisi UU nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi,” ujar anggota pansus dari Komisi VII Satya Wira Yudha.

Legislator dari Fraksi Partai Golkar itu kemudian mengutarakan adanya sejumlah kendala dalam pengembangan panas bumi yang belum diatur dalam UU nomor 27 tahun 2003, antara lain soal perizinan kawasan hutan, intensif fiskal maupun non fiskal bagi pengembang, pemanfaatan langsung, soal bagaimana peran Pemda, isu penetapan harga jual uap, sampai isu kelembagaan.

“Soal kunker ke luar negeri, itu memang sudah kami rencanakan sejak tahun lalu, dan negara tujuan adalah yang sudah punya kebijakan pengelolaan dan pengembangan panas bumi, salah satunya Selandia Baru yang sudah punya undang-undang pengembangan panas bumi sejak tahun1953,” imbuhnya.

RUU Panas Bumi merupakan usul inisiatif pemerintah dan telah menjadi salah satu prioritas dalam Prolegnas periode 2010-2014 dalam upaya menyediakan kerangka hukum yang lebih komprehensif dalam pengelolaan potensi panas bumi menggantikan UU nomor 27 tahun 2003.

“DPR melihat bahwa seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi nasional dan menipisnya sumber energi fosil serta kemampuan keuangan negara dalam menjamin ketahanan energi, arah kebijakan ini memberikan dasar alasan yang kuat untuk revisi,” tandas Satya.

Kendati legislator periode 2009-2014 hanya menyisakan sekira 3 bulan masa baktinya, Pansus Panas Bumi optimistis bisa menyelesaikan revisi pada Bulan Juli 2014.(fk)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top