JAKARTA – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyatakan dengan pemilu yang berlangsung kacau, amburadul, banyak terjadi kecurangan, manipulasi, money politics, jual-beli suara dan sebagainya ini, tak bisa dikatakan tidak sah atau batal demi hukum. Mengapa? Karena bangsa ini sudah terbiasa dan terlatih mengkhianati konstitusi itu sendiri. Itu terjadi sejak 1945 sampai pemilu 2014 ini.
“Yang paling mungkin, kalau pemilu ini dinilai darurat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa mengeluarkan Dekrit atau Perppu untuk melakukan pemilu ulang khusus di daerah-daerah yang tingkat manipulasinya parah,” kata Margarito Kamis dalam diskusi ‘Pemilu 2014, Pantaskah Menjadi Landasan Legitimasi Kekuasaan?’ di Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Dekrit atau Perppu itu dikeluarkan dengan beberapa catatan. Pertama, kalau KPU gagal menetapkan hasil Pileg 9 Mei nanti, maka polisi dipersilakan untuk menangkap komisioner KPU.
Kedua, presiden harus keluarkan Dekrit atau Perppu tentang kegentingan pemilu yang berlangsung curang, banyak manipulasi, money politics, dan sebagainya dengan menunda hasil Pileg 9 April. “Kemudian merubah masa jabatan Presiden SBY yang bisa diperpanjang tiga bulan untuk menuntaskan hasil pileg ini,” tegas
Sementara itu kalau Perppu untuk memperpanjang waktu penyelesaian rekapitulasi perhitungan suara Pileg, khusus daerah yang manipulasi dan tingkat kecurangannya sangat parah. “Itu karena tidak ada jalan lain untuk keluar dari kisruhnya pemilu ini. Sebab, kalau menunggu proses di Mahkamah Konstitusi (MK) prosesnya akan rumit, dan apalagi waktunya hanya 30 hari. Saya yakin, MK tak mampu menyelesaikan ribuan kasus pileg yang diajukan partai dan caleg,” tegas Margarito. (chan)