PAKAR komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI), Effendi Gazali dan pakar politik dari Indo Barometer, M Qodari dalam diskusi politik di gedung DPD, Rabu (23/4/2014) menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ‘the real king maker’.
Usai diskusi, sejumlah wartawan berkumpul santai di Press Room DPR RI sambil membicarakan melambatnya akselerasi pencapresan saat ini.
Situasi saat ini berbeda ketika Pemilu 2009, dimana usai pileg, parpol begitu cepat mengumumkan siapa capres dan cawapres yang mereka usung.
Ada apa sehingga semua partai (kecuali PDI-P dan Golkar) pada posisi menunggu untuk menentukan siapa capres yang akan diusung?
Seorang wartawan dari kantor berita nasional memberi analisa yang cukup menarik. Dia menduga Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi jilid II akan terbentuk lagi dengan nama baru. Anggotanya partai yang nyaris sama.
Ada wartawan yang menyangga tesis tersebut. Tetapi sang wartawan senior itu mengatakan, semua kartu truf para petinggi partai saat ini ada di tangan SBY.
Menurut sang wartawan senior itu, suatu saat, apakah itu akhir atau awal Mei 2014, Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat akan memanggil semua ketua umum partai anggota Setgab.
SBY menawarkan koalisi atau poros keempat sambil memberikan apresiasi kepada mereka atas perolehan suara yang signifikan pada pileg kali ini.
Wartawan senior itu pun berimaginasi atau melakukan liputan imajiner tentang apa yang akan dibicarakan SBY kepada para pemimpin partai tersebut.
“Pak Muhaimin (Kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, Red) saya mengapresiasi hasil pileg, dimana suara PKB melejit. Saya sampaikan profisiat kepada PKB. Tetapi saya juga sangat kaget mendengar dan membaca berita bahwa Ketua BPK Hadi Poernomo ditahan…..,” kata SBY menurut liputan imajiner sang wartawan.
Semua wartawan yang ada tertawa ngakak mendengar liputan imaginer tersebut. Karena Presiden SBY sudah pasti memiliki kartu truf yang siap dibuka kapan dan di mana saja.
SBY, kalau mau, bisa membuat nasib semua ketua partai anggota Setgab seperti mantan Ketua BPK, Hadi Poernomo, dibui di akhir masa jabatannya.
Tentu semua elite partai tidak ingin menjadi seperti Hadi Poernomo. Semua elite partai akan mencari selamat.
Wartawan senior itu pun bertanya, “Coba sebutkan, partai mana yang tidak bermasalah saat ini? Partai mana yang tidak melakukan korupsi saat ini? Partai mana yang tidak berdosa saat ini?”
Diskusi pun meluas menelaan masalah demi masalah yang menimpa partai politik anggota Setgab Partai Koalisi.
Ada enam partai yang menjadi anggota Setgab Partai Koalisi yakni Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, PKB, PAN, dan PPP. Mari kita menelusuri dosa-dosa partai politik itu.
Pertama, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar diduga terlibat dalam dugaan korupsi Dana Proyek Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID).
Kasus tersebut terungkap ketika KPK menangkap tangan Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan, Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT), I Nyoman Suisnaya, Kabag Program Evaluasi di Ditjen P2KT, Dadong Irbarelawan, dan seorang pengusaha wanita bernama Dharnawati pada Kamis (25/8/2011).
Dalam penangkapan tersebut, KPK menyita uang senilai Rp 1,5 miliar yang ditemukan dalam sebuah kardus durian. Sekarang mereka telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sejak awal Memnakertrans, Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa dirinya tidak terlibat, bahkan tidak tahu menahu tentang kasus tsb. Benarkah demikian?
Menurut Dadong ada beberapa fakta tentang keterlibatan Muhaimin. Pada Mei 2011, atasan dia, Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya, memanggil Dadong datang ke ruangannya.
Di dalam ruangan sudah ada Dharnawati dan Dhany S. Nawawi, mantan Staf Khusus Presiden Bagian Tim Penilai Akhir. Dharnawati kini narapidana untuk kasus yang sama.
Dadong juga mengatakan bahwa Dhany menyebut Dharnawati mendapat informasi bahwa Menteri butuh lebih dari Rp 1,5 miliar.
Kemudian, Dharnawati menitipkan buku tabungan, kartu anjungan tunai mandiri, dan PIN ATM kepadanya, yang di dalamnya berisi Rp 500 juta.
“Saya titip buku tabungan untuk disampaikan langsung ke Menteri,” ujar Dharnawati, yang ditirukan oleh Dadong. Menurut Dadong, yang dimaksud dengan menteri adalah Muhaimin.
Fakta lain di persidangan, Dadong membeberkan uang yang diberikan Dharnawati Rp 1,5 miliar itu akan diberikan kepada Fauzi.
Dadong menyebut Fauzi adalah bendahara Menteri Muhaimin ketika berkomunikasi melalui telepon dengan Syamsul Alam, pemilik PT Alam Jaya Papua.
Kedua, Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali juga diduga terlibat dalam kasus pengadaan Al Quran dan Laboratorium Komputer MTs.
Bahkan Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar mengatakan, Menteri Agama Suryadharma Ali mengetahui persis proyek pengadaan Al Quran dan alat laboratorium madrasah tsanawiyah 2010-2011.
Ia menyebut sang menteri adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam proyek itu.
“Yang seharusnya bertanggung jawab semuanya adalah menteri,” kata Nasaruddin usai diperiksa selama tujuh jam di Komisi Pembentasan Korupsi, Jumat, 3 Agustus 2012.
Penyelidikan kasus ini berawal dari penetapan anggota Komisi Agama sekaligus anggota Badan Anggaran DPR RI, Zulkarnaen Djabar, serta putra sulungnya yang juga Direktur Utama PT Sinergi Alam Indonesia, Dendy Prasetya, sebagai tersangka suap.
Keduanya diduga menerima duit Rp 4 miliar dalam dua proyek Kementerian Agama pada tahun anggaran 2011 itu.
PT Sinergi yang dipimpin Dendy adalah perusahaan yang memenangi tender pengadaan Al-Quran sekitar Rp 20 miliar dan proyek alat laboratorium madrasah tsanawiyah senilai Rp 30 miliar.
Ketiga, Partai Amanat Nasional (PAN)
Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa sudah pasti tidak bisa terlepas dari keluarga Cikeas.
Selain telah menjadi besan SBY, Menteri Koordinator Perekonomian itu juga diduga terlibat dalam kasus korupsi kuota impor daging sapi. KPK pun berjanji akan menelusuri keterlibatan Ketua Umum PAN tersebut.
Ketua KPK Abraham Samad meminta agar publik bersabar, dan menunggu KPK bekerja dalam mengungkapnya.
Keempat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Partai dakwa ini sudah lama tersandung berbagai kasus korupsi. Bahkan Presiden PKS Anis Matta yang menggantikan Luthfi Hasan Ishaag pun disebut-disebut terlibat dalam perkara Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) 2011.
Keterlibatan Anis itu diungkap Wa Ode Nurhayati, tersangka kasus DPID. Dia menuduh Anis Matta berperan mengubah alokasi dana bantuan yang disusun Badan Anggaran DPR RI bersama Kementerian Keuangan.
“Anis Matta cenderung memaksa Menteri Keuangan menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Badan Anggaran,” kata Nurhayati di kantor KPK setelah diperiksa, Rabu 18 April 2012.
Program DPID berbiaya Rp 7,7 triliun itu untuk 424 daerah, kemudian dikurangi sebanyak 126 daerah. Menurut Wa Ode, pengurangan penerima dana ternyata tidak diiringi penyusutan anggaran.
Itu terjadi, kata Nurhayati, karena kriteria penerima dana diabaikan secara sepihak oleh empat pemimpin Badan Anggaran DPR RI. Empat orang itu adalah Tamsil Linrung, Olly Dondokambey, Melchias Markus Mekeng, dan Mirwan Amir.
“Kemudian dilegitimasi sama Pak Anis Matta,” kata Nurhayati. Empat orang tersebut juga sudah diperiksa KPK.
Kelima, Partai Golkar
Nama Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (ARB) memang kerap dikaitkan beberapa kasus yang mencuat belakangan.
Misalnya, ARB kembali disebut dalam kasus korupsi proyek Alat Kesehatan. ARB juga dikait-kaitkan dengan kasus pajak yang menimpa tiga perusahaan yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Bumi Resources, dan PT Arutmin.
Selain itu, kasus lumpur Lapindo juga menjadi ganjalan untuk ARB melaju mulus dalam pencapresan pada Pemilu 2014 ini.
Inilah potret atau wajah ketua partai politik di Indonesia yang rentan terhadap korupsi.
Kembali ke pembicaraan santai para wartawan politik, SBY saat ini benar-benar the real king maker, benar-benar pemegang nasib ketua partai anggota Setgab.
Apalagi, setelah melihat perolehan suara Pileg 2014, Presiden SBY meminta menteri-menteri yang juga pimpinan partai politik tak segera menetapkan arah koalisi menghadapi pemilihan presiden nanti.
Menurut sumber kepada sebuah majalah terkemuka di Indonesia, Ketua Umum Partai Demokrat itu meminta partai koalisi menunggu perkembangan politik dalam sepekan ke depan.
“SBY berpesan langsung pada pimpinan partai, jangan buru-buru tentukan koalisi,” kata sumber itu, Rabu, 16 April 2014.
Pesan SBY itu tak disampaikan secara tertulis. Tetapi disampaikan dalam pertemuan informal dengan para pimpinan partai. Meski tak berisi tekanan, intruksi presiden itu cukup membuat pimpinan partai setgab berpikir.
“Bagaimana pun juga para pimpinan partai tetap menteri di kabinet yang terikat pada presiden,” kata sumber itu.
Soal arah koalisi ini, Partai Demokrat memang tengah mempersiapkan kekuatan baru, poros baru atau poros keempat. Sekretaris komisi pengawas Demokrat, Suaidi Marasabessy, mengatakan partainya tengah mengalkulasi kemungkinan menggalang poros baru.
Poros ini bisa beranggotan partai-partai yang tak terlibat dalam satu salah satu poros yang sudah ada, yaitu poros Jokowi, poros Prabowo, dan poros Aburizal.
“Kami masih mengalkulasi apakah masuk poros yang sudah ada, membentuk poros keempat, atau tidak di dalam poros yang ada,” katanya.
Pertanyaan sekarang, apakah ketua partai anggota Setgab siap masuk poros keempat bentukan SBY atau memilih bergabung dengan tiga poros yang sudah ada?
“Semua akan menggaruk kepala di depan Presiden SBY, karena semua anggota Setgab terlibat atau diduga terlibat kasus korupsi. Mau ikut SBY atau mau di-Hadi Poernomo-kan?” tanya seorang wartawan. [Gusti Lesek]