Jakarta – Kampanye yang dilakukan partai politik (Parpol) dan calon anggota legislatif (caleg) pada pemilu tahun ini dinilai minus gagasan dan masih saja belum beranjak dari cara-cara lama.
“Tidak banyak perkembangan yang dilakukan caleg sekarang dengan sebelumnya. Kampanye minus gagasan, tak mengajak dalam perbaikan,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M. Afifuddin dalam diskusi “Warna-warna Kampanye Pemilu” di Gedung DPD RI, Jumat (4/4/2014).
Menurut dia, kampanye terbuka masih banyak bersifat hiburan dengan pelibatan anak-anak hingga penggunaan fasilitas negara. Yang berbeda antara kampanye pemilu sebelum dengan Pemilu 2014 ialah digunakannya media sosial sebagai alat kampanye. “Ini sama seperti (pemilu) kemarin. Tapi, banyak yang memakai media sosial. Ini terobosan baru,” terangnya.
Sayangnya, kata Afifudin, media sosial sebagai alat kampanye baru justru digunakan untuk saling menyerang sesama peserta Pemilu 2014. “Tapi, dipakai untuk kampanye hitam. Tapi buat kita, fair-fair saja. Ini menarik. Jadi, enggak perlu sindir-menyindir. Media sosial memang jadi tren baru. Tapi di sisi lain, jadi saran kampanye negatif,” pungkasnya.
Calon Senator dari DKI Jakarta, Ramdansyah merasa dianaktirikan Komisi Pemilihan Umum yang minim menyosialisasikan ke pemilih soal eksistensi DPD RI. “Sosialisasi pemilu kami melihat saat ini hanya parpol saja. Katakanlah jadi anak emas. Sementara DPD RI sampai sekarang, orang masih bertanya apa itu,” ujarnya.
Ramdansyah mengaku, selama ini sosialisasi KPU untuk segala peraturan dan tahapan pemilu untuk calon DPD RI berjalan baik. Namun, hal tersebut tak terjadi dalam sosialisasi KPU kepada pemilih, bahwa peserta pemilu selain partai politik, adalah DPD RI.
“Kebanyakan menyamakan DPD itu seperti DPD (Dewan Pimpinan Pusat) Gerindra, Golkar, dan lain sebagainya. Jadi dianggap Dewan Pimpinan Daerah bukan Dewan Perwakilan Daerah,” ujarnya. (chan)